REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah daerah tengah menerapkan kebijakan buka tutup tempat wisata akibat adanya lonjakan pengunjung. Situasi itu dikhawatirkan menjadi jalan penyebaran virus Covid-19 bagi masyarakat di tengah upaya vaksinasi yang sedang berjalan.
Pengamat Pariwisata sekaligus Founder Temannya Wisatawan, Taufan Rahmadi, berpendapat, kebijakan tersebut menunjukkan bahwa masih munculnya kekhawatiran yang tinggi terkait kepatuhan masyarakat di dalam mentaati prokes disaat berwisata dimata para pemegang otorisasi kebijakan destinasi di daerah.
"Dalam hal ini bisa gubernur, bupati ataupun walikota," kata Taufan secara tertulis kepada Republika.co.id, Ahad (16/5). Ia mengatakan, tidak bisa dipungkiri kebijakan buka tutup tempat wisata memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Oleh karena itu untuk meminimalisir hal tersebut maka perlu dilakukan tahapan-tahapan kebijakan.
Kebijakan tersebut harus berpatokan kepada yang telah di rekomendasikan oleh UNWTO dan WHO, yaitu sehat dan bersih adalah utama.
"Rekomendasi ini jika dituangkan dalam bentuk implementasi kebijakan protokol destinasi maka akan memiliki dua bentuk," katanya. Pertama, pemerintah harus tentukan zona hijau destinasi (bubble destinationa) di setiap daerah Wisata. Kedua, pelaksanaan prokes yang ketat dan tegas, yang paling utama membatasi jumlah kunjungan wisatawan di satu obyek wisata.
Ia mencontohkan, jika suatu daerah wisata di masa liburan lebaran ini ingin dibuka untuk wisatawan, maka harus memastikan dua hal. "Apakah daerah wisata itu sudah termasuk dalam zona hijau wisata, kalau sudah masuk dalam zona hijau, baru dilakukan penetapan terkait syarat-syarat berkunjung ke daerah wisata itu sesuai protokol kesehatan yg telah ditentukan," ujarnya.