Rabu 12 May 2021 10:26 WIB

Masjid Al-Aqsa Dizalimi, Akankah Kita Terus Diam?

Pasukan Israel menyerang jamaah kaum Muslimin di kawasan Masjidil Aqsa.

Warga Palestina bentrok dengan pasukan keamanan Israel di kompleks Masjid al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem, Senin, 10 Mei 2021.
Foto:

Sementara itu, pesawat-pesawat tempur Israel pada malam akhir Ramadhan membombardir Jalur Gaza. Dalam serangan tak berperikemanusiaan itu, mengakibatkan 32 warga syahid dan melukai 200 lebih orang lainnya, termasuk 9 anak-anak. 

Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza yang merupakan hasil donasi dari rakyat Indonesia yang telah beroperasi dan menerima ratusan pasien pun tidak luput dari serangan brutal Israel. Kabar yang kami terima, Selasa (11/5), atap RSI dan beberapa bagian bangunannya mengalami kerusakan akibat serangan Israel ke wilayah itu. 

Pelanggaran Berulang

Aksi serangan pasukan Israel menunjukkan bagaimana penjajah Israel semakin arogan melakukan pelanggaran demi pelanggaran dengan bebasnya tanpa sanksi hukum internasional.

Pelanggaran sebelumnya yang dilakukan pendudukan Israel di antaranya: menyita kunci Gerbang Maghariba, yang merupakan salah satu dari sepuluh pintu terbuka di Masjidil Aqsa, pembakaran Masjidil Aqsha pada 21 Agustus 1969, serbuan demi serbuan hampir tiap pekan oleh pemukim ektremis Yahudi, upaya yahudisasi di sekitar Masjidil Aqsa, memaksakan skema pembagian ruang dan waktu di Masjidil Aqsa dan Masjid Ibrahimi.

Pelanggaran lainnya yang mencolok adalah: serangkaian undang-undang dan peraturan yang memengaruhi aspek kota suci al-Quds, untuk mengubah fitur Islam dan Palestina yang membentuk bukti dari sejarah sebenarnya kota ini, membatasi kaum Muslimin Palestina untuk memasuki Kota Tua untuk melakukan ibadah keagamaan di Masjidil Aqsha, terutama mencegah kedatangan jamaah laki-laki di bawah usia 50 tahun.

Bentuk pelanggaran yang tidak kalah zalimnya, termasuk mendirikan lebih banyak pos pemeriksaan di sekitar Kota Yerusalem dan membangun Tembok Apartheid sejak 2003. Sementara, pasukan Zionis mempermudah masuknya para pemukim Yahudi ekstremis untuk melakukan ritual Talmud di kawasan al-Aqsha yang mereka sebut dengan "Temple Mount."

Belum lagi pemberlakuan perintah deportasi dari Masjidil Aqsha untuk berbagai periode terhadap beberapa ulama dan tokoh nasional, seperti Kepala Otoritas Islam Tertinggi, Syaikh Ikrima Sabri, dan Kepala Gerakan Islam di utara, Syaikh Raed Salah. Termasuk mendeportasi banyak warga, kebanyakan dari mereka para mahasiswa, juga kaum perempuan muda, dengan alasan perlawanan mereka terhadap pendudukan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement