Selasa 11 May 2021 00:16 WIB

Dirjen Linjamsos Sebut Juliari yang Bertanggung Jawab

Juliari didakwa menerima suap uang sebesar Rp 32 miliar melalui Plt Direktur Kemensos

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Pepen Nazaruddin memberikan keterangan saat menjadi saksi pada sidang kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 untuk terdakwa yang juga mantan Menteri Sosial Juliari Batubara di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/5). Sidang lanjutan tersebut beragendakan mendengarkan keterangan empat orang saksi dari pejabat Kementerian Sosial yang dihadirkan JPU KPK. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Pepen Nazaruddin memberikan keterangan saat menjadi saksi pada sidang kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 untuk terdakwa yang juga mantan Menteri Sosial Juliari Batubara di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/5). Sidang lanjutan tersebut beragendakan mendengarkan keterangan empat orang saksi dari pejabat Kementerian Sosial yang dihadirkan JPU KPK. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Dirjen Linjamsos) Pepen Nazaruddin menyebut bahwa mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara yang bertanggung jawab menentukan bantuan sosial (bansos) berupa sembako dalam penanganan Covid-19. Hal ini disampaikan Pepen saat bersaksi untuk terdakwa Juliari Peter Batubara pada Senin (10/5) di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam persidangan itu, Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis menanyakan perihal penerapan bansos berupa sembako yang saat ini berujung korupsi. Diketahui, Juliari disebut sebagai penanggung jawab bansos sembako Covid-19.

"Siapa yang menentukan jenis bantuan?," tanya Hakim Damis

"Bapak Menteri Sosial (Juliari Peter Batubara)," jawab Pepen.

Mendengar jawaban Pepen, Hakim Damis lalu menanyakan apakah bantuan sosial berupa sembako itu ditentukan dalam keputusan rapat atau hanya dari keputusan Juliari."Pada waktu itu, apakah menteri sosial sendiri yang menentukan ataukah ditentukan berdasarkan rapat para pimpinan pejabat?," cecar Hakim Damis.

"Di awal bapak (Juliari Peter Batubara) menyampaikan untuk ada bantuan sosial sembako. Kemudian dibahas di rapat," jawab Pepen.

"Mekanisme pertanggungjawaban saudara itu seperti apa?," cecar Hakim Damis lagi.

"Mekanisme pertanggung jawaban berupa laporan," ungkap Pepen.

Adapun Laporan disampaikan dalam rapat. Sementara terkait laporan keuangan disusun oleh direktorat masing-masing.

"Bagaimana tatacara mekanisme pengadaan bansos?, " tanya Hakim lagi

"Kiami konsultasi dengan LKPP, kemudian dipilih tatacara pemilihan langsung," jawabnya.

Lebih lanjut Pepen menuturkan, untuk memilih secara langsung dalam pengadaan, mekanismenya dibentuk oleh tim pemilihan yang diangkat oleh Kuasa Pengguna Anggaran. Menurut Pepen, pengangkatan KPA tersebut dipilih terlebih dulu baru diberi Surat Keputusan (SK).

Lebih lanjut Pepen mengatakan, bansos sembako berupa beras, minyak goreng, mie instan sarden dan kecap. Dia mengakui, satu paket bansos dianggarkan senilai Rp 300 ribu.

"Berapa nilai satu paket?," tanya Hakim.

"Nilai satu paket itu Rp 270 ribu Dari jumlah itu Rp 30 ribunya dialokasikan Rp 15 ribu untuk transporter dan Rp 15 ribu untuk godie bag," ujar Pepen.

Juliari didakwa menerima suap uang sebesar Rp 32 miliar melalui Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos, Adi Wahyono, yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan Bansos Covid-19, Matheus Joko Santoso.

Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp 1,28 miliar. Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp 1,95 miliar, serta sebesar Rp 29, 252 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.

Atas perbuatannya, Juliari Batubara didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement