Kamis 06 May 2021 07:28 WIB

Blue Carbon Indonesia Simpan 17 Persen Cadangan Dunia

Blue Carbon menjadi salah satu strategi penurunan emisi untuk memenuhi target NDC

Ekosistem Blue Carbon, Indonesia dapat menyimpan hingga 17 persen dari cadangan Blue Carbon dunia sehingga memiliki peranan yang sangat penting dalam mengurangi perubahan iklim.
Foto:

Prof (Ris) Dr Haruni Krisnawati pada kesempatan ini menerangkan bahwa laju pertumbuhan mangrove yang tinggi (3,6 ± 1,1 Mg C/ha/thn, Sasmito et al., 2020), ditambah dengan kondisi anaerobik, tergenang air, yang akan berdampak pada proses pembusukan yang lambat, sehingga akan menghasilkan penyimpanan karbon jangka panjang yang besar. Mengingat peran mangrove yang signifikan sebagai penyerap karbon yang besar, mencegah hilangnya mangrove menjadi strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang efektif. Maka dari itu, upaya rehabilitasi mangrove akan meningkatkan kontribusi Mangrove dalam penurunan emisi GRK.

“Terdapat tantangan berupa dinamika perubahan luas hutan mangrove, seperti ekspansi pembangunan kawasan pesisir, tambak, pemenuhan kebutuhan kayu, arang, seringkali menjadi faktor pendorong berkurangnya luasan hutan mangrove yang akan berdampak pada meningkatnya emisi GRK,” terang Prof Haruni.

Prof Rohani Ambo Rappe membagikan pengetahuan dan pengalamannya terkait padang lamun. Dirinya menjelaskan bahwa kumpulan dari tumbuhan berbunga yang membentuk padang tersebut sepenuhnya dapat hidup terbenam di perairan laut. Lamun juga berperan sebagai penyedia makanan dan habitat berbagai organisme laut termasuk yang bernilai ekologi dan ekonomi penting, seperti penyu, dugong, kepiting, udang, dan berbagai juvenil ikan. Lamun memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dari atmosfir (fotosintesis), sehingga dapat memitigasi perubahan iklim dari penyebab emisi karbon yang berlebihan.

Sementara itu, Dr Anastasia menungkapkan bahwa laut menyerap lebih banyak panas matahari sebanyak 93 persen daripada yang dapat diserap oleh daratan. Melalui sirkulasi arus, panas terdistribusi dari lintang rendah ke lintang tinggi, dan ke laut dalam, menentukan pola hujan dan temperatur permukaan, yang kemudian berpengaruh terhadap iklim regional.

Mengakhiri pertemuan ini, Menteri LHK menegaskan bahwa KLHK akan melanjutkan diskusi bersama para ahli untuk mendapatkan pemahaman yang sama dan kolaborasi antara Kementerian/Lembaga terkait dalam mengimplementasikan konsep Blue Carbon. Konsep ini harus diketahui secara bersama, demikian juga batasan-batasan dan tantangan yang ada, sehingga masukan para narasumber terkait konsep dan strategi pengembangan BlueCarbon di Indonesia ini sangat penting bagi pengambil keputusan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement