Sabtu 01 May 2021 15:52 WIB

Epidemiolog: Indonesia Mesti Belajar dari India

Indonesia dinilai masih jauh dari aman penyebaran Covid.

Petugas kesehatan memeriksa suhu tubuh pengendara saat penyekatan dalam rangka larangan mudik di Kota Madiun, Jawa Timur, Jumat (30/4/2021). Penyekatan yang dilakukan petugas gabungan TNI, Polri, Satpol PP, Badan Penanggulanan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Kesehatan dimaksudkan untuk mengantisipasi pemudik masuk wilayah Kota Madiun guna pencegahan penularan COVID-19.
Foto: Antara/Siswowidodo
Petugas kesehatan memeriksa suhu tubuh pengendara saat penyekatan dalam rangka larangan mudik di Kota Madiun, Jawa Timur, Jumat (30/4/2021). Penyekatan yang dilakukan petugas gabungan TNI, Polri, Satpol PP, Badan Penanggulanan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Kesehatan dimaksudkan untuk mengantisipasi pemudik masuk wilayah Kota Madiun guna pencegahan penularan COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Larangan mudik saat ini menjadi perbincangan hangat. Banyak pihak mempertanyakan alasannya lantaran proses vaksinasi telah berjalan.

Epidemiolog dari Universitas Hasanuddin Makassar, Prof. Dr. Ridwan Amiruddin mengatakan Indonesia harus belajar dari gelombang kedua Covid-19 yang terjadi di India. Di sana masyarakatnya merayakan hari besar keagamaan tanpa mematuhi protokol kesehatan.

Baca Juga

Kerumunan besar-besaran pun terjadi di sana sehingga penyebaran Covid-19 secara masif."Di India itu ada faktor utamanya pemilukada, perayaan agama, pelonggaran protokol kesehatan, euforia vaksin, orang desa kembali ke kota untuk bisnis dan institusi yang tidak melaksanakan protokol kesehatan ditambah lagi dengan mutasi virus," ujar Prof. Ridwan dalam webinar "Kontroversi Mudik Lebaran Saat COVID-19 Belum Pensiun", Sabtu.

Prof. Ridwan mengatakan Indonesia masih jauh dari kata aman terhadap virus corona, sebab angka positif rate-nya masih di atas 10 persen yang berarti virusnya masih "liar". Pelarangan mudik ditujuan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19, khususnya pada orang-orang yang tidak bergejala.

"Pelarangan mudik itu prinsip dasarnya adalah mengurai kerumunan. Jadi semakin tinggi kerumunan di ruang tertutup maka transmisinya akan makin meningkat," kata Prof Ridwan.

Saat mudik, kendaraan akan dipenuhi dengan rombongan keluarga dan prokotol kesehatan akan sulit dilaksanakan. Lalu, saat tiba di tempat tujuan, orang-orang dari kota yang pergi ke desa membawa virus pada tubuh mereka dan meninggalkanya ketika kembali ke tempat asal.

Durasi perjalanan mudik juga dapat memicu penyebaran virus Corona. Jika perjalanannya lama, maka kemungkinan terpaparnya akan lebih tinggi. Apalagi jika alat transportasinya tidak didukung dengan sistem penyaringan dan pembersih udara yang baik.

"Lalu kebersihan makanan, transmisi ini bisa terjadi karena pada proses makan bersama. Hasil studi menunjukkan bahwa penularan terjadi pada saat proses santap bersama, penggunaan sendok bersamaan, penggunaan alat-alat makan bersama itu adalah pemicu," ujar Prof Ridwan.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement