REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) perubahan nama Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Jasa Transportasi masih ditahan di DPRD Kota Bogor. Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto mengatakan, memang perlu ada kajian lagi terkait perubahan nama perusahaan.
Dia pun memahami kekhawatiran dan pertimbangan anggota dewan yang enggan melanjutkan pembahasan raperda tersebut. "Ya nggak apa-apa, kita komunikasikan ke dewan lagi. Berarti masih ada yang harus dikaji dengan dewan. Saya paham dewan punya pertimbangan-pertimbangan karena PDJT ini mejadi atensi utama kita sama-sama," kata Bima di Kota Bogor, Rabu (21/4).
Anggota Panitia Khusus (Pansus) Raperda PDJT, Muhammad Restu Kusuma menjelaskan, ada beberapa alasan dihentikannya pembahasan raperda di dewan. Di antaranya, adanya nilai aset PDJT yang disampaikan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tidak masuk akal. Hal itu terkait modal dasar yang diberikan Pemkot Bogor sebesar Rp 35 miliar, kini nilainya tinggal Rp 575 juta.
"Dari PMP (penyertaan modal pemerintah) yang sudah diberikan, masa asetnya cuma Rp 575 juta? Itu pun belum diaudit pada 2019 lalu. Ini jelas tidak masuk akal," kata anggota Komisi II DPRD Kota Bogor tersebut. (Baca: Pansus DPRD Enggan Bahas Raperda Perumda Jasa Transportasi)
Di samping itu, Restu melanjutkan, kondisi 40 bus bantuan yang sudah diberikan sejak 2006 silam, juga menjadi pertanyaan di kalangan dewan. Pada 2006, sambung dia, terdapat 10 bus bantuan yang saat ini kondisinya sudah rusak berat dan dalam proses penghapusan aset.
Sementara itu, ada 20 bus bantuan pada 2008, yang 14 unit di antaranya juga mengalami rusak berat dan perlu penghapusan. Sedangkan enam lainnya memerlukan perbaikan. "Lalu 10 bus yang diberikan pada 2017, sampai saat ini belum diserahkan kepada PDJT. Ini kan berarti ngawur," ujar anggota Fraksi Kebangkitan Bintang Restorasi DPRD Kota Bogor itu.
Maka dari itu, Restu mengingatkan, Pemkot Bogor agar sesegera mungkin menyerahkan hasil audit kepada Pansus Raperda PDTJ DPRD Kota Bogor. Dengan syarat itu terpenuhi maka pelaksanaan pembahasan Raperda PDJT bisa dilanjutkan.
"Kami dari DPRD bukannya tidak mau menyehatkan PDJT. Tapi kami mau menyehatkan perusahaan yang kondisi penyakitnya jelas. Jangan meminta kami untuk menyembuhkan boneka mati," kata Restu.
Pejabat sementara (Pjs) Dewan Pengawas PDJT, Agus Suprapto menyebutkan, ada tiga skenario restrukturisasi untuk menyelamatkan PDJT. Skenario pertama dari segi manajemen organisasi. Dia menyebut, skenario pertama ini sangat penting. Mengingat, kondisi organisasi yang terlalu gemuk, maka dibutuhkan penyesuaian jumlah karyawan dan jajaran struktur organisasi.
Kedua, restrukturisasi terhadap modal atau aset. Dalam hal ini, Agus mengaku, siap melakukan penilaian ulang terhadap aset-aset yang dimiliki PDJT. "Kita akan melihat aset mana saja yang tidak efektif, aset pemkot mana saja yang bisa diberdayakan atau dikelola. Karena untuk membangun ke depan itu PDJT bukan hanya bicara trans pakuan," kata Agus.
Dia melanjutkan, skenario terakhir berupa restrukturisasi portofolio rencana bisnis. Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor tersebut menginginkan adanya pembaruan dalam rencana bisnis PDJT.
Nantinya, jika sudah berubah menjadi perumda, Agus menekankan, PDJT bisa dengan leluasa membuka keran bisnis yang baru. Salah satunya wacana pengelolaan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jalan Dadali yang berada di atas lahan milik Pemkot Bogor dan sudah tidak dikelola.
"Dulu kan dikerjasamakan dengan swasta, tapi kan sudah habis. Makanya itu akan saya ajukan sebagai bagian dari penyertaan modal nantinya sama rencana bisnis," jelas Agus.
(Shabrina Zakaria)