REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Habib Rizieq Shihab (HRS) Sugito Atmo mengatakan, keterangan saksi fakta dari JPU menyoal kerumunan di Megamendung, inkonsisten. Menurutnya, keterangan yang disampaikan terlalu dipaksakan dan tidak sesuai dengan kejadian di Megamendung.
"Ada inkonsistensi keterangan dibandingkan dengan penjelasan awal mereka," ujar dia ketika ditemui di PN Jakarta Timur, Senin (19/4).
Dia menjelaskan, saksi Kasatpol PP kabupaten Bogor Agus Ridhallah dan lainnya pada 1 Desember lalu menyebut yang bertanggung jawab adalah panitia pelaksana peletakan batu pertama di Pesantren Markaz Syariah. Namun demikian, seiring waktu sejak 28 Januari hingga kini, para saksi, kata dia, malah menyebut jika yang bertanggung jawab adalah pemilik pondok pesantren. "Dalam hal ini adalah HRS," tuturnya.
Tak sampai di sana, saksi Camat Megamendung dinilainya juga tidak tepat menyampaikan kesaksian. Terlebih, ketika Megamendung sudah menjadi zona merah sebelum ada acara HRS dan tidak menimbulkan klaster baru atau kasus-kasus Covid-19 lainnya pasca kunjungan HRS di Megamendung.
"Perlu diketahui, desa yang berdekatan dengan pesantren tidak ada peningkatan apapun," ungkap dia.
Sugito memang tak menampik ada penambahan kasus Covid-19 di Megamendung pasca kedatangan HRS. Namun demikian, dirinya meminta kepastian apakah yang positif itu hadir di kunjungan HRS atau tidak.
Baca juga : Legislator: Ucapan Desak Dharmawati Menista Agama Hindu
"Jadi itu perlu dikaji kembali, karena untuk acara itu yang bertanggung jawab sebenarnya adalah pelaksana. Tapi, diarahkan seakan HRS adalah yang harus bertanggung jawab," ungkap dia.
Menurut Sugito, hal itu jelas, ketika HRS sebelumnya lama di Arab Saudi dan tidak mungkin mengatur rencana spesifik. Khususnya, untuk peletakan batu pertama pembangunan Markas Syariah.
Sebelumnya, saksi persidangan kasus kerumunan Habib Rizieq Shihab (HRS) di Megamendung, Camat Megamendung, Endi Rismawan mengaku, ada 114 kasus positif di wilayah Megamendung pasca kerumunan (13/11) lalu. Menurut dia, data itu diperoleh dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat hingga baru-baru ini.
"Dari jumlah yang terkonfirmasi positif tidak ada yang (saya) kenal," ujar dia ketika menjawab pertanyaan JPU, Senin (19/4).
Dalam pengakuannya, berdasarkan aturan yang ada, seharusnya perlu pengajuan izin dari pihak pelaksana kegiatan peletakan batu pertama pesantren yang menyebabkan kerumunan itu. Dalam surat izin tersebut, kata dia, perlu juga dijelaskan siapa yang bertanggung jawab.
"Saya tidak tahu siapa pelaksananya," tuturnya.
Baca juga : Ini Pengakuan Saksi ke JPU atas Kerumunan HRS
Kendati demikian, ketika ditanya JPU siapa yang harus bertanggung jawab saat panitia pelaksana peletakan batu pertama tidak diketahui, Endi mengaku jika HRS adalah pihak yang harus bertanggung jawab.
"Iya," jawabnya singkat saat ditanya spesifik oleh JPU.