Kamis 15 Apr 2021 21:18 WIB

Diduga Setubuhi Paksa Pacarnya, Anak DPRD Bekasi Dipolisikan

Ayah PU tak terima anaknya pulang dalam keadaan lebam dan disetubuhi secara paksa.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Andri Saubani
Kekerasan Seksual (ilustrasi)
Foto: STRAITS TIMES
Kekerasan Seksual (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Seorang ayah berinisial D (43), berdomisili di Kampung Pengasinan, Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi tak terima anak perempuan semata wayangnya pulang ke rumah dengan kondisi seperti habis dipukuli. Peristiwa itu diketahui terjadi pada Ahad (11/4), pukul 18.00 WIB. Anak D yang baru berusia 15 tahun, yang berinisial PU, terlihat lebam di beberapa bagian tubuh setelah satu pekan tidak pulang ke rumah.

Usai ditanya oleh sang ibu, PU akhirnya mengaku habis dipukuli oleh AT (21). Selain dipukuli, PU juga disetubuhi secara paksa.

Baca Juga

"Saya syok sebagai ortu, anak-anak yang dilindungi UU ternyata jadi korban kekerasan fisik dan seksual," terangnya kepada wartawan.

Belakangan diketahui pelaku merupakan anak salah satu anggota DPRD Kota Bekasi. Sesaat setelah PU mengadu ke orang tuanya, D sempat berkomunikasi dengan ibu terduga pelaku.

"Setelah anak lapor terjadi pemukulan karena memang saya tidak di rumah. Saya chat WA, saya hubungi dan jam 9 malam istri dari bapaknya (ibu pelaku), datang ke rumah. Sudah ada komunikasi, tapi enggak ada pertimbangan positif dari yang terjadi," kata dia.

Keinginan ayah korban tetap teguh. Ia ingin pelaku masuk mendapat hukuman pidana atas perbuatannya kepada sang anak.

"Saya akan lanjutkan proses hukum yang berjalan. Tetap, saya akan lindungi anak," kata dia, melanjutkan.

Adapun, sang anak dan pelaku diketahui sudah saling mengenal selama sembilan bulan lamanya. Setelah mengenal pelaku, korban yang masih di bawah umur itu mengalami perubahan sikap.

Salah satunya yang paling kentara adalah kerap berbohong kepada orang tua. "(Setelah kenal) jadi sering berbohong kepada orang tua, menggunakan kosmetik, perubahannya kelihatan," ujarnya.

Orang tua korban pun, sudah sering melarang PU untuk menemui AT sebelum perkara ini terjadi. Kejadian ini tengah masuk ke ranah kepolisian usai orang tua korban melaporkan pelaku ke polisi.

Kasubbag Humas Polres Metro Bekasi Kota, Kompol Erna Ruswing Andari, mengatakan, kasus akan ditindaklanjuti dengan melakukan pengecekan ke tempat kejadian perkara (TKP).

"(Polisi) tengah menunggu hasil visum, mencari saksi-saksi dan bukti-bukti," kata dia.

Dihubungi terpisah, Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengatakan, kasus ini dikategorikan sebagai kekerasan seksual terhadap anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak.

"Setiap aktivitas seksual dengan seseorang yang belum berusia 18 tahun merupakan tindak pidana, karena usianya," kata Siti Aminah Tardi, kepada Republika.co.id, Kamis (15/4).

Sekalipun mereka menjalin hubungan asrama atau pacaran, namun karena usia wanita masih anak-anak, maka hubungan seksual menjadi bentuk memanfaatkan kerentanan anak perempuan.

"Orang dewasa, masyarakat dan negara berkewajiban untuk melindunginya," kata dia.

Adapun, beberapa kasus kekerasan atau persetubuhan anak di bawah umur menyalahi UU Perlindungan Anak. Di antaranya, Pasal 76D setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

"Selain ancaman pidana, yang harus diperhatikan aparat penegak hukum adalah hak-hak korban yaitu: Pasal 69A Perlindungan Khusus bagi Anak korban kejahatan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf j dilakukan melalui upaya edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan, rehabilitasi sosial, pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan dan pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan," jelasnya.

Oleh karena itu, kata dia, dalam penanganannya aparat penegak hukum harus bekerjasama dengan lembaga penyedia layanan korban untuk memberikan pendampingan hukum dan psikososialnya, agar hak atas keadilan, kebenaran dan pemulihan korban dipenuhi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement