Sabtu 10 Apr 2021 03:19 WIB

Stunting Bisa Dialami Keluarga Ekonomi Mengengah ke Atas

Stunting di keluarga menengah ke atas terkait pengetahuan orang tua tentang pola asuh

Pencanangan Gerakan Nasional #IndonesiaBebasStunting2030 di Jakarta, Kamis (8/4).
Foto: Dok. Kem
Pencanangan Gerakan Nasional #IndonesiaBebasStunting2030 di Jakarta, Kamis (8/4).

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Dalam upaya menurunkan prevelansi stunting, pemerintah terus mengajak masyarakat untuk memahami cara mencegah terjadinya stunting pada anak. Berdasarkan rilis yang diterima pada Jumat (9/4), Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Wiryanta mengatakan di tengah pandemi Covid-19, pemerintah semakin menggalakkan program prevalensi stunting karena sudah memasuki tahun 2021.

“Tinggal tiga tahun lagi kita untuk memenuhi target penurunan stunting. Perlu kerja gotong royong bersama-sama menurunkan stunting, apalagi tahun 2030 kita akan mendapatkan bonus demografi dan menuju 2045 Indonesia menjadi negara maju,” kata Wiryanta dalam forum Genbest tentang Stunting, di Cirebon, Jumat (9/4).

Asisten Pemerintahan dan Kesra Kabupaten Cirebon Hilmy Riva’i mengakui penanganan stunting di wilayahnya masih memiliki banyak persoalan. Angka stunting pada balita di Kabupaten Cirebon berdasarkan hasil dari bulan penimbangan balita Agustus 2020 terdapat 21.316 (13,63 persen) balita stunting, dari total jumlah bayi sebanyak 156.429.

"Kami tengah menyusun  Peraturan Bupati Cirebon dan SK Bupati tentang Percepatan Pencegahan Stunting Terintegrasi. Kami berharap dapat mengawal pelaksanaan pencegahan dan pengendalian stunting di Kabupaten Cirebon," kata Hilmy.

Dalam forum ini terdapat fakta menarik yakni stunting tidak hanya berdampak pada keluarga ekonomi menengah ke bawah saja, tetapi juga bisa terdampak pada keluarga mapan atau ekonomi menengah ke atas.

Praktisi kesehatan dr. S.T Andreas mengatakan, persoalan stunting tidak sekadar persoalan pemenuhan nutrisi bagi anak semata, tetapi juga terkait pengetahuan orang tua tentang pola asuh bagi anak.

“Stunting juga bisa menimpa keluarga menengah ke atas. Kalau nutrisi mungkin terpenuhi (bagi keluarga mapan), tetapi stunting itu tidak selalu tentang nutrisi, tetapi juga pengetahuan orang tua tentang tumbuh kembang anak,” kata Andreas.

Sementara, Direktur Komunikasi, Informasi dan Edukasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Eka Sulistiya Ediningsih mengingatkan bahwa masyarakat bebas stunting adalah kunci memetik bonus demografi yang berkualitas di tahun 2030 dan meraih Indonesia Maju di tahun 2045.

“Anak-anak di tahun itu (2030 dan 2045)  nanti harus sehat semua dan produktif. Anak-anak muda sekarang harus paham mengenai stunting, agar nanti di masa depan dapat meraih generasi bebas stunting,” kata Eka.

Ia juga meminta orang tua senantiasa mengawasi tumbuh kembang anak terutama di masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) di mana bayi sejak masih dalam kandungan hingga berumur dua tahun harus dipantau pertumbuhan berat badan dan ukuran tubuh sebagai indikasi bayi tersebut mengalami stunting atau tidak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement