Kamis 08 Apr 2021 20:41 WIB

Dulu Kurangi Hukuman, Kini MA Bebaskan Pengacara Lucas

MA mengabulkan PK Lucas di kasus perintangan penyidikan perkara Eddy Sindoro.

Pengacara eks petinggi Lippo Group Eddy Suroso, Lucas tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (26/10/2018). Mahkamah Agung baru saja mengabulkan Peninjauan Kembali yang dimohonkan Lucas. (ilustrasi)
Foto:

KPK menyayangkan dikabulkannya permohonan PK pengacara Lucas  oleh MA dalam kasus merintangi penyidikan. KPK memandang, dikabulkannya PK Lucas telah melukai rasa keadilan masyarakat.

"Diputus bebasnya narapidana korupsi pada tingkat PK, tentu melukai rasa keadilan masyarakat," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Kamis (8/4).

Sejauh ini, lanjut Ali, pihaknya belum mengetahui apa yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim. Hal tersebut lantaran hingga kini lembaga antirasuah belum menerima salinan putusan lengkap.

KPK meyakini, sejauh ini telah memiliki alat bukti yang kuat, sehingga sampai tingkat Kasasi di Mahkamah Agung pun dakwaan Jaksa KPK maupun penerapan hukum atas putusan pengadilan tingkat di bawahnya tetap terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan. Namun demikian, lanjut Ali, KPK tetap menghormati setiap putusan Majelis Hakim.

Ali menambahkan, fenomena  banyaknya PK yang diajukan oleh terpidana korupsi saat ini seharusnya menjadi alarm atas komitmen keseriusan MA secara kelembagaan dalam upaya pemberantasan korupsi. Karena, tegas Ali, dalam pemberantasan korupsi dibutuhkan komitmen kuat seluruh elemen bangsa,  terlebih tentu komitmen dari setiap penegak hukum itu sendiri.

Menanggapi dikabulkannya PK Lucas, Indonesia Corruption Watch (ICW)  menilai sejak awal MA memang tidak menginginkan Lucas divonis penjara.

"Sebab, sebelumnya, pada tingkat kasasi, Lucas juga sudah mendapatkan pengurangan hukuman dari 5 tahun menjadi 3 tahun penjara," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam pesan singkatnya, Kamis (8/4).

Putusan PK ini, lanjut Kurnia, sekaligus menambah catatan kelam lembaga kekuasaan kehakiman tatkala menyidangkan perkara korupsi. Dalam catatan ICW, sejak tahun 2005, MA selalu menjatuhkan vonis ringan kepada para komplotan koruptor. Bahkan, pada tahun 2020, ICW mencatat rata-rata hukuman yang dikenakan kepada koruptor hanya 3 tahun 1 bulan penjara;

Sehingga, lanjut Kurnia, selain Presiden dan DPR yang selalu menjadi biang kerok pelemahan pemberantasan korupsi, pada kenyataannya, pengadilan juga menjalani praktik serupa. "Jadi, lengkap sudah, seluruh cabang kekuasaan menolak memperkuat agenda pemberantasan korupsi, " tegas Kurnia.

Adapun, Komisi Yudisial (KY) mengaku masih menunggu informasi serta salinan lengkap terkait putusan dikabulkannya PK pengacara Lucas. Sembari menunggu, KY menyatakan selalu terbuka apabila publik ingin memberikan informasi yang relevan dengan perkara ini.

"Komisi Yudisial masih menunggu informasi yang lengkap terkait dengan perkara ini. Sebagaimana diketahui, baru amar putusan saja yang dibacakan," kata Juru Bicara KY Miko Ginting, Kamis (8/4)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement