Kamis 01 Apr 2021 00:05 WIB

Mengapa Capaian Target Vaksinasi Covid untuk Lansia Lambat?

Baru sekitar 1,6 juta lansia mendapatkan vaksin Covid-19 dari taget 21,6 juta orang.

Lansia didorong menggunakan kursi roda usai divaksin Covid-19 di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (19/3). Sentra Vaksinasi Bersama BUMN yang diperuntukan bagi lansia di wilayah Jabodetabek dan pekerja layanan publik di lingkungan BUMN dan BUMD itu telah memvaksin lebih dari 63 ribu orang dan diselenggarakan hingga 10 Mei 2021. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Lansia didorong menggunakan kursi roda usai divaksin Covid-19 di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (19/3). Sentra Vaksinasi Bersama BUMN yang diperuntukan bagi lansia di wilayah Jabodetabek dan pekerja layanan publik di lingkungan BUMN dan BUMD itu telah memvaksin lebih dari 63 ribu orang dan diselenggarakan hingga 10 Mei 2021. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Wahyu Suryana

Baca Juga

Program vaksinasi untuk kalangan lanjut usia (lansia) di Indonesia terbilang lambat. Dari target sasaran 21,6 juta lansia, baru sekitar 1,6 juta lansia (7,48 persen) yang sudah mendapatkan suntikan pertama vaksin Covid-19.

Capaian vaksinasi untuk lansia jauh jika dibandingkan dengan kelompok prioritas lain, yakni SDM kesehatan (97,89 persen) dan petugas publik (29,11 persen). Pemerintah mengakui lambatnya proses vaksinasi terhadap lansia.

"Memang proses vaksinasi Covid-19 pada lansia di tahap II masih lambat. Dari target 21,6 juta kelompok sasaran lansia, saat ini baru sekitar 1.560.000 lansia yang telah divaksin," ujar Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu saat konferensi virtual KPCPEN bertema "Partisipasi Lansia, Tugas Bersama", Selasa (31/3).

Maxi mengakui, alur vaksinasi untuk kelompok ini memang agak lambat bahkan kalah dari petugas pelayanan publik. Kemenkes mencatat petugas pelayanan publik yang sudah divaksin hampir 5 juta, sedangkan lansia baru sekitar 1,5 juta. Bahkan, baru 25 persen lansia di 466 kabupaten/kota yang telah divaksin.

"Ini cukup besar sekali," ujarnya.

Sebenarnya, dia melanjutkan, kemauan lansia untuk mendapatkan vaksinasi ini sangat besar, namun keterbatasan menghalangi bisa mendapatkannya. Ia menyebutkan, kendala yang dihadapi diantaranya sulit mengakses pendaftaran vaksin yang berbasis sistem teknologi informasi (IT).

Selain itu, dia melanjutkan, seringkali lansia ini merasakan kesulitan ke fasilitas kesehatan menggunakan alat transportasi. Sebab, seringkali lansia tidak bisa ke fasilitas kesehatan karena anaknya sibuk kerja sehingga tidak ada yang mengantar.

Terakhir, adalah masalah ekonomi yaitu tidak ada uang transportasi juga jadi salah satu hambatan. Menurutnya, untuk mengatasi persoalan-persoalan ini adalah dibutuhkan komitmen pemerintah daerah (pemda), terutama untuk membantu akses lansia ke tempat-tempat vaksinasi.

Oleh karena itu, ia mengapresiasi pemerintah kabupaten/kota di DKI Jakarta yang bergerak ke masing-masing pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Bahkan, dia melanjutkan, camat dan lurah terlibat dalam memobilisasi lansia.

"Itu satu hal yang sangat baik dan perlu dicontoh daerah lainnya," ujarnya.

Maxi meminta pemerintah daerah jajaran kecamatan, pedesaan perlu memperhatikan bagaimana memprioritaskan lansia untuk datang ke tempat-tempat ataupun membuka pos pelayanan kesehatan. Upaya percepatan ini penting dilakukan karena cakupan vaksinasi untuk lansia di 400 kabupaten/kota masih dibawah 50 persen.

Selain meminta pemda terlibat, dia melanjutkan, Kemenkes juga telag membuka sentra vaksinasi di kota-kota besar dan punya dampak yang besar.

"Selain itu, kami membuat kebijakan satu orang yang berusia muda bisa membawa dua lansia yang bisa disuntik. Sebelumnya kami sudah lakukan pada satu sopir bawa dua lansia dan saya kira itu bagus," katanya.

Tak hanya anak muda, Kemenkes juga memberlakukan untuk para teller bank. Artinya satu teller bisa membawa orang tuanya yang lansia, baik nenek atau tetangga atau nasabah.  "Itu juga jadi strategi kita untuk mempercepat vaksinasi lansia. Mudah-mudahan bisa ke daerah," ujarnya.

Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Itagi) meminta masyarakat yang memiliki anggota keluarga lansia supaya jangan cuek. Itagi juga ikut menyoroti lambatnya capaian target vaksinasi terhadap lansia.

"Kami mesti gugah putra putri yang punya anggota keluarga lansia supaya jangan cuek atau menganggap enteng. Sebab, lansia kalau terkena infeksi Covid-19, sekitar 40 persen di antaranya akan meninggal dunia," kata Ketua Itagi Sri Rezeki Hadinegoro, Selasa (31/3).

 

 

Sri menambahkan, tingginya kematian akibat Covid-19 pada kelompok renta bukan hanya karena sebelumnya mereka memiliki penyakit penyerta (komorbid) melainkan juga daya tahan tubuh yang sudah menurun. Banyaknya kematian pada lansia ini, dia melanjutkan, membuat pemerintah menjadikan lansia prioritas penerima vaksin di tahap kedua.

Ia menambahkan, vaksin Sinovac telah dipakai sejak Januari dan hasilnya cukup memuaskan dalam keamanan. Kemudian, dia mengakui, AstraZeneca memang memiliki efek samping lokal sedikit bengkak, merah, nyeri, kemudian reaksi sistemik sedikit demam, nyeri otot atau lemas tidak bergairah, kemudian ada yang mual, namun gejalanya bersifat ringan. Artinya, dia melanjutkan, mereka yang mengalami efem samping usai disuntik vaksin jenis AstraZaneca akan sembuh dalam satu atau dua hari.

"Jadi, efek samping vaksin cukup ringan dibandingkan yang masuk rumah sakit atau sampai meninggal dunia karena tidak divaksin. Ini yang perlu diperhatikan," ujarnya.

Kendati demikian, ia meminta lansia terlebih dahulu bisa berkomunikasi mengenai komorbid sebelum divaksin. Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dia melanjutkan, telah menyederhanakan kriteria lansia renta yang bisa divaksin.

Epidemiolog UGM, dr Riris Andono Ahmad mengatakan, kekebalan komunitas atau  herd immunity terhadap Covid-19 tergantung dari kecepatan distribusi vaksin. Sebanyak 70 persen populasi harus miliki imunitas untuk mencapai herd immunity.

"Lalu, kapan Indonesia bisa mencapainya, itu tergantung kecepatan pemberian vaksin dan capai targetnya sebelum selesai di durasi imunitasnya," kata Doni, Rabu (31/3).

Direktur Pusat Kajian Kedokteran Tropis UGM ini menjelaskan, sejauh ini belum pasti berapa lama kekebalan tubuh atas Covid-19 dapat bertahan di orang-orang yang sudah divaksin. Sebab, Covid-19 merupakan virus baru dan terus bermutasi.

Sehingga, ilmuwan dunia masih terus meneliti dan mengumpulkan berbagai data tentang virus ini. Sejumlah penelitian ada yang menyebut jika setelah tiga bulan imunitasnya menurun. Ada yang setelah enam bulan dan sudah 12 bulan.

"Yang menjadi acuan sekitar satu tahun, tapi sekali lagi memang belum ada kesimpulan pasti karena Covid-19 ini penyakit baru," kata dosen FKKMK itu.

Melihat kondisi tersebut, Doni berharap, pemberian vaksin ke semua target di Tanah Air bisa dilakukan sesegara mungkin. Dengan begitu, diharapkan kekebalan komunal bisa terwujud sebelum penurunan kekebalan atas virus corona baru ini.

Untuk itu, ia meminta masyarakat tidak perlu lagi ragu menerima vaksin. Saat ini, vaksinasi tela masuki tahap kedua bagi lansia dan pekerja publik, jadi masih tersisa tahap ketiga untuk bidang geospasial, ekonomi dan sosial.

Kemudian, tahap keempat masyarakat dan pelaku ekonomi lain dengan pendekatan kluster sesuai ketersediaan vaksin. Meski semua telah menerima vaksin, Doni meminta masyarakat tetap meningkatkan kewaspadaan dan mematuhi prokes.

Sebab, ia mengingatkan, vaksinasi tidak lantas mampu menghentikan pandemi covid-19. Pemberian vaksin dalam hal ini membantu mengendalikan pandemi covid-19, yakni diharapkan bisa menurunkan angka kesakitan dan angka kematian.

"Namun, penularan virus corona masih saja tetap berlangsung. Jadi, meski sudah vaksinasi harus tetap jaga 5M karena penularan masih bisa berlanjut. Hanya saja resiko untuk sakit jadi parah dan meninggal bisa diturunkan dengan divaksin," ujar Doni.

photo
Lansia divaksinasi - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement