REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset dan Teknologi Indonesia/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia Bambang Brodjonegoro mengatakan dana APBN untuk mendukung riset dan inovasi di Indonesia masih sangat rendah. Nominalnya pun jauh di bawah alokasi dana riset di beberapa negara maju seperti Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat dan China.
"Alokasi APBN riset Indonesia masih tergolong sangat kecil, berbeda dengan kondisi beberapa negara maju seperti Korsel, Jepang, AS dan China," kata Bambang Brodjonegoro dalam talkshow daring bertajuk "Success Story Produk Karya Anak Bangsa, Riset dan Inovasi Sebagai Penggerak Ekonomi di Masa Pandemi", di Jakarta, Selasa (30/3).
Menurut dia, partisipasi sektor swasta negara-negara tersebut dalam mendanai riset jauh lebih besar dari pendanaan pemerintah yakni 60 persen hingga 80 persen. Bambang menuturkan kebijakan riset 2021 di Indonesia berfokus pada upaya membantu penyelesaian permasalahan ekonomi.
"Yakni dengan hilirisasi dengan mendorong teknologi tepat guna, penciptaan nilai tambah utama, produksi sumber daya alam dan upaya peran aktif dalam penanggulangan pandemi," katanya.
Pemerintah melalui Kemristek/ BRIN pun memberikan dukungan terhadap riset dan inovasi dengan memberikan dana pengabdian masyarakat pada 2021. Program ini diberikan kepada 10 universitas untuk meningkatkan partisipasi dosen dan peneliti dalam melaksanakan riset.
Pihaknya pun mengapresiasi kinerja para peneliti dan industri yang telah berkolaborasi dalam menghasilkan karya."Para peneliti dan industri yang sudah kerja sama dengan baik untuk melaksanakan riset dan inovasi sehingga menghasilkan karya yang dapat dinikmati dan bermanfaat untuk masyarakat luas," kata dia.
Ia menuturkan Kemenristek BRIN selalu berupaya memberikan dukungan penuh kepada lembaga penelitian dan pengembangan dan universitas untuk menghasilkan produk penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan industri.