Senin 29 Mar 2021 20:26 WIB

Ahli ITB: AstraZaneca tak Gunakan Tripsin Babi, tapi Jamur

AstraZeneca menggunakan tripsin dari jamur dan dibuat khusus untuk vaksin Covid-19.

Petugas menunjukkan vaksin Covid-19 AstraZeneca di Gedung Instalasi Farmasi Dinkes Kota Bandung, Jalan Supratman, Kota Bandung, Jumat (26/3). Dinas Kesehatan Kota Bandung menerima 750 vial vaksin Covid-19 AstraZeneca untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang diperuntukkan bagi anggota TNI dan Polri di Kota Bandung. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas menunjukkan vaksin Covid-19 AstraZeneca di Gedung Instalasi Farmasi Dinkes Kota Bandung, Jalan Supratman, Kota Bandung, Jumat (26/3). Dinas Kesehatan Kota Bandung menerima 750 vial vaksin Covid-19 AstraZeneca untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang diperuntukkan bagi anggota TNI dan Polri di Kota Bandung. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Muhyiddin, Meiliza Laveda, Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri

Ahli virus atau virologis dan Dosen Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. rer. nat. apt. Aluicia Anita Artarini mengatakan, vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca tidak mengandung tripsin (enzim) hewani, melainkan tripsin enzim yang menyerupai jamur. Belum lama ini vaksin AstraZeneca ramai diperbincangkan lantaran disebut mengandung tripsin babi.

Baca Juga

Namun,  hal tersebut tidaklah benar dan dibantah oleh Anita. "AstraZeneca tidak menggunakan tripsin hewan pada proses produksinya dan di akhir, tripsin itu tidak ada," kata Anita dalam bincang-bincang virtual pada Senin (29/3).

Anita mengatakan, AstraZeneca menggunakan tripsin enzim yang berasal dari jamur dan dibuat khusus untuk vaksin Covid-19. Hal ini tertuang dalam dokumen AstraZeneca dan tim Oxford yang melakukan uji klinis.

Tripsin tersebut juga tidak dimasukkan ke dalam formula vaksin, melainkan hanya digunakan sebagai pemotong sel mamalia yang dibeli AstraZeneca dari supplier Bank Sel. "Itu enzim yang mirip dengan aktivitas tripsin dan dari jamur yang dibuat dengan cara rekombinan," ujar Anita.

AstraZeneca dan Oxford membeli sel HEK 923 dari pemasok bernama Thermo Fisher sebagai salah satu bahan pembuatan vaksin. Sifat sel mamalia sendiri menempel pada wadahnya, sehingga akan menyulitkan proses pertumbuhan jumlah sel untuk menjadi lebih banyak dan peneliti membutuhkan protein enzim tripsin untuk memotong agar sel tidak menempel pada wadah.

"Tripsin ini kalau kelamaan bersama-sama dengan selnya malah mati. Jadi kayak pisau bermata dua, itu dibutuhkan untuk memotong saja pada wadahnya, kalau sudah lepas ya sudah," kata Anita.

 

 

Anita mengatakan, hingga saat ini hanya sel HEK 923 yang dapat digunakan untuk memperbanyak adenovirus. "Mungkin kalau teknologi sudah bisa berkembang, ada sel lain yang bisa dipakai. Itu satu, dan kalau virus dari sel mamalia berarti harus pakai sel mamalia, ini bukan untuk virus Covid saja tapi virus apa pun," ujar Anita.

"Nah bisa enggak kalau kandungannya diganti? Kalau kandungannya diganti, analisanya beda lagi. Proses manufaktur dan isinya diubah, ada risiko keamanan makanya akan ada uji klinis. Saya rasa yang diterima di negara maupun isinya sama," imbuh Anita.

Pendapat ahli ITB di atas sejalan dengan pernyataan pihak AstraZeneca pada Ahad (21/3), yang menegaskan, bahwa vaksin produksi mereka tidak mengandung bahan babi. Direktur AstraZaneca Indonesia, Rizman Abudaeri menyatakan dalam sebuah pernyataan resmi, "Dalam semua tahapan proses produksi, vektor vaksin virus tidak menggunakan atau tidak melakukan kontak dengan produk mengandung babi atau binatang lain."

Pernyataan resmi AstraZaneca sekaligus membahtah fatwa haram yang telah dikeluarkan MUI pusat. MUI memfatwa bahwa AstraZaneca haram namun boleh (mubah) digunakan dengan alasan kedaruratan.

 

photo
Lima Hal yang Membuat Vaksin AstraZeneca Mubah Digunakan - (mui.or.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement