Ahad 28 Mar 2021 22:53 WIB

Percepatan Vaksin Merah Putih Bergantung Kecepatan Peneliti

Perlu diupayakan lagi komunikasi yang lebih terbuka dari peneliti dan pemerintah.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Friska Yolandha
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro menyampaikan paparan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/2/2021). Menristek menyampaikan bahwa vaksin Merah Putih kemungkinan baru bisa digunakan atau mendapat izin pada tahun 2022.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro menyampaikan paparan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/2/2021). Menristek menyampaikan bahwa vaksin Merah Putih kemungkinan baru bisa digunakan atau mendapat izin pada tahun 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Embargo vaksin Covid-19 yang terjadi di Uni Eropa (UE) mengancam ketersediaan vaksin di Indonesia ke depannya. Vaksin buatan dalam negeri Merah Putih yang akan diproduksi Universitas Indonesia (UI) kini dalam pengembangan dan akselerasi vaksin ini bergantung pada kecepatan para peneliti.

"Percepatan vaksin Merah Putih sangat bergantung pada kecepatan para peneliti juga dalam memberikan bukti kepada pemerintah mengenai efikasi dan keamanan vaksin yang dikembangkan," ujar Peneliti Utama dalam Tim Pengembangan Vaksin Covid-19 UI, Budiman Bela saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (28/3).

Hal yang tidak kalah pentingnya, dia melanjutkan, adalah informasi mengenai efisiensi vaksin yang dikembangkan dari segi produksi serta kemudahannya untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia. Ia mengakui saat ini pemerintah sudah berupaya sebaik mungkin untuk mendukung percepatan pengembangan Vaksin Merah Putih.

Namun ia meminta perlu diupayakan komunikasi terbuka dari pihak peneliti kepada pemerintah mengenai permasalahan yang dihadapi masing-masing peneliti. "Sebagai peneliti saya pribadi merasakan bahwa kami cenderung tidak ingin mengganggu pemerintah dengan permasalahan yang kami hadapi," katanya. 

Dalam kondisi serba sulit sekarang ini, pihaknya mengaku ingin menunjukkan sikap dewasa dan mengatasi sendiri permasalahan yang kami hadapi secara operasional. Namun hal ini tentunya tidak memberikan hasil yang maksimal.

Menurut Budiman, kebijakan yang tepat hanya bisa diperoleh bila ada komunikasi yang efektif antara pihak peneliti dengan pemerintah dengan upaya yang sungguh untuk mengatasi berbagai kendala tercapainya komunikasi efektif tersebut. Kemudian berbagai permasalahan yang telah disampaikan para peneliti vaksin merah putih kemudian dapat diupayakan solusinya oleh pihak pemerintah.  

Selama ini ia mengakui sudah terjadi komunikasi antara pihak peneliti dengan pemerintah, dan terlihat kesungguhan pihak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia untuk tidak membatasi waktu kepada para peneliti untuk menyampaikan masukannya. 

Namun, komunikasi yang terjadi lebih banyak dalam bentuk komunikasi yang menyertakan seluruh tim peneliti dalam konsorsium vaksin merah putih.  

"Di dalam pertemuan yang menyertakan banyak institusi tersebut, tentunya saya akan mengambil sikap untuk lebih banyak menyampaikan perkembangan yang terjadi, serta walaupun menyampaikan juga kendalanya, tapi tidak banyak menyampaikan hal-hal yang bersifat teknis untuk menghindari kesan cengeng," ujarnya.

Kekurangan lainnya, dia melanjutkan, dalam forum komunikasi yang belum bersifat one on one tersebut adalah permasalahan teknis terkait platform vaksin yang dikembangkan oleh setiap institusi dalam konsorsium merah putih tentunya tidak akan dimunculkan oleh masing-masing tim peneliti, sehubungan dengan permasalahan paten dan hak kekayaan intelektual dari setiap platform vaksin tersebut. 

Oleh karena itu, Budiman merekomendasikan adanya komunikasi mendalam antara pihak pemerintah dengan masing-masing tim vaksin merah putih yang melibatkan unsur-unsur institusinya yang terkait dalam pengembangan tersebut, agar solusi yang lebih mencapai sasaran dapat diupayakan berdasarkan informasi dan analisis mendalam. Ia yakin upaya mengadakan forum komunikasi one on one tersebut akan membuat masing-masing tim peneliti berupaya mengidentifikasi permasalahan dalam tim mereka serta mengusulkan solusinya kepada pemerintah, khususnya dalam bentuk dukungan yang dapat diberikan oleh pemerintah. Terkait apakah sudah ada usulan mengadakan pertemuan untuk menyampaikan kendala, pihaknya mengaku belum melakukannya.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, embargo vaksin Covid-19 yang terjadi di Uni Eropa (UE) mengancam ketersediaan vaksin di Indonesia ke depannya. Saat ini, Uni Eropa melarang perusahaan farmasi AstraZeneca untuk mengekspor vaksin Covid-19 ke Inggris dan negara Eropa lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement