REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pagi ini, Sabtu (27/3), Letjen TNI Doni Monardo dianugerahi gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) dari IPB University, Bogor. Narasi berikut ini adalah selarik kisah yang terpendam di balik anugerah tersebut.
Isinya, kesaksian testimoni sejumlah tokoh yang terlibat dalam kiprah Doni memperbaiki ekosistem, di mana pun bertugas.
Pada saat memberi pengarahan kepada seluruh jajaran di Kodam Siliwangi, Doni yang ketika itu masih menjabat sebagai pangdam Siliwangi memulai dengan mengangkat moral prajurit tentang kebesaran nama “Siliwangi”.
Satuan teritori ini sangat harum dalam goresan sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam banyak operasi penumpasan pasukan Siliwangi selalu punya andil.
Kesatuan dengan simbol harimau ini sangat disegani. Masyakat Sunda menyebut harimau sebagai ‘maung’. Doni lalu menyodorkan pokok persoalan. “Percuma kita punya prestasi besar, jika kita tidak mampu menyelesaikan persoalan di depan mata, yakni Sungai Citarum yang sudah dijuluki sebagai sungai terkotor di dunia. Sementara, ia berada di teritori Siliwangi. Jangan sampai maung berubah jadi meong!” seru Doni Monardo, yang seketika menyentak kesadaran prajurit, seperti yang disebutkan dalam rilis yang diterima pers, Sabtu.
Brigjen TNI Yudi Zanibar adalah salah satu saksi. “Waktu itu pangkat saya kolonel. Saya ingat persis ketika Pak Doni memotivasi prajurit untuk bergerak menuntaskan persoalan Citarum,” ujar jenderal bintang satu ini.
Yudi dan Doni, kebetulan teman satu angkatan. Keduanya sama-sama Angkatan 1985 Akmil Magelang. Sejak masih bersama-sama di kaki gunung Tidar, Yudi melihat Doni berbeda dari teman seangkatan yang lain. “Beda secara fisik, akademik, maupun kepribadian. Dia di atas rata-rata teman seangkatan,” ujar Yudi.
Atas motivasi Doni, Yudi pun ikut terbakar semangatnya untuk mengatasi problem Citarum. Saat ini, ia merasa sangat bersyukur bisa ikut terlibat dalam program Citarum Harum yang digulirkan Doni Monardo, sewaktu menjabat pangdam III/Siliwangi.
Adalah Yudi yang menyimpan kisah tak terungkap bahwa kepedulian Doni Monardo terhadap Sungai Citarum ternyata sudah ada sebelum menjabat pangdam III/Siliwangi.
“Sebagai teman satu angkatan, kami sering 'say hello' lewat telepon. Jadi, suatu hari beliau menelepon saya. Tiba-tiba dia bertanya, ‘Yud, kamu di mana?’ Ketika itu saya di Kodam Siliwangi. Lantas beliau mengatakan, ‘Kalau saya jadi pangdam Siliwangi, kamu saya suruh tidur di pinggir Citarum sampai sungai itu bersih’. Saya tidak menyangka, tidak lama kemudian beliau benar-benar pindah tugas dari Pangdam XVI/Pattimura ke Pangdam III/Siliwangi,” ujarnya.
Benar saja, setelah menjabat pangdam III/Siliwangi, Doni Monardo langsung menangani Citarum. “Sejak masuk langsung bekerja. Tidak kenal tanggal merah. Sabtu-Minggu dan hari libur nasional kami tetap diperintahkan bekerja. Pak Doni mengundang semua pihak untuk datang. Selama 40 hari terus-menerus, beliau mengundang para pihak hanya untuk didengar masukan-masukannya seputar Ciliwung. Pak Doni hanya menjadi pendengar yang baik,” katanya menambahkan.
Pada saat itu, program penanggulangan pencemaran Sungai Citarum sebenarnya sudah ada, tetapi terus terang, tidak optimal, bahkan kemudian dilansir media internasional, yang menyebutkan bahwa Sungai Citarum menjadi salah satu sungai terkotor di dunia. “Konsep awal Pak Doni mengatasi Citarum adalah melibatkan semua orang. Mengajak semua pihak, dan itu yang beliau jalankan secara konsisten,” ujar Yudi.
Apa yang dilakukan Doni dinilai Yudi sebagai sebuah tindakan menyatukan hati dalam satu komando. “Istilah ‘satu komando’ sangat sering saya dengar. Bedanya, Pak Doni benar-benar melaksanakan di lapangan. Ia menyatukan hati semua pihak dalam satu komando,” kata Yudi pula.
Berbekal masukan berbagai pihak, Doni pun mendapat gambaran secara utuh. Semua disentuh hatinya oleh Doni dengan rasa keprihatinan serta kesadaran yang mendasar bahwa Sungai Citarum harus diselamatkan secara bersama-sama. “Jadi, yang namanya sinergi tidak hanya lip service atau hanya tulisan di atas kertas, tapi diwujudnyatakan dalam praktik sehari-hari,” katanya menegaskan.
Yudi Zanibar menambahkan, “Sebagai pamen di Kodam III/Siliwangi, saya ditugaskan menjadi Komandan Sektor 6. Saya dan prajurit ditugaskan tidur bersama masyarakat di sektor yang kami bina. Kami meninggalkan keluarga untuk hidup bersama masyarakat di bantaran sungai. Menyelami kehidupan sehari-hari mereka. Menyelami sikap dan pola pikir mereka terhadap keberadaan Citarum, lalu bersama-sama mengajak berubah. Pak Doni menyebutnya perubahan perilaku. Awalnya dari yang membuang sampah terang-terangan, menjadi buang sampah sembunyi-sembunyi. Kemudian, dari yang buang sampah sembunyi-sembunyi, menjadi malu untuk membuang sampah ke sungai. Dari rasa malu membuang sampah ke sungai, lama-lama tergerak hatinya untuk ikut menjaga kebersihan Sungai Citarum,” kata Yudi.
Langkah cepat
Langkah Doni Monardo pun diapresiasi banyak pihak, termasuk pejabat di Kemenko Maritim (yang kemudian berubah nomenklatur menjadi Menko Maritim dan Investasi). Komplimen terhadap Doni diucapkan Dr Ir Safri Burhanuddin, DEA, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim, Kemenko Maritim dan Investasi.
Berdasar Perpres 15/2018, Menko Maritim dan Investasi, adalah ketua pengarah pada program Citarum Harum. “Kami sangat senang dengan hadirnya Pak Doni Monardo sebagai pangdam III/Siliwangi ketika itu sehingga program ini menjadi lebih akseleratif,” ujar Safri.
Safri menambahkan, sebelum Doni menjabat pangdam III/Siliwangi, program terkait penanggulangan pencemaran Sungai Citarum sudah ada dan sudah berjalan. “Kami berjalan, tetapi lambat. Setelah hadirnya Pak Doni Monardo, terjadi kecepatan yang luar biasa. Beliau mampu mengintegrasikan seluruh stakeholder yang ada di Jawa Barat. Ini yang menarik dari Pak Doni,” kata Safri pula.
Atas penganugerahan gelar Doktor Kehormatan dari IPB University kepada Letjen TNI Doni Monardo, Safri menyambut positif. “Beliau sangat pantas menerima gelar doktor kehormatan itu, mengingat kiprah nyata serta hasil nyata yang telah dihasilkan selama ini dalam menggeluti bidang lingkungan hidup di luar tugas pokoknya sebagai anggota TNI,” kata dia.
Aktivis lingkungan Irma Hutabarat, termasuk salah satu aktivis yang diundang Doni Monardo ke markas Kodam Siliwangi. Di antara sekian banyak problem lingkungan di Jawa Barat, Irma pun menyebut Citarum sebagai yang terparah dan mendesak untuk dibenahi.
Karena itu, kata Irma lagi, jika saat ini orang berbicara mengenai Citarum Harum dan Vetiver System, orang harus mengingat budi dan upaya awal yang dilakukan Doni Monardo, yang terbukti sangat efektif dan hasilnya bisa diukur.
“Saya selalu menyebut beliau sebagai Bapak Citarum Harum dan Sahabat Hijau-ku. Saya sangat bersyukur beliau mendapat anugerah gelar doktor kehormatan dari IPB University. Saya pikir, tidak ada yang lebih pantas menerima gelar itu daripada Pak Doni,” ujar Irma sambil meneruskan, “Inilah saatnya kita berterima kasih kepada TNI AD, dalam hal ini Kodam III/Siliwangi dan lebih khusus lagi berterima kasih kepada Pak Doni.”
Begitu gigih dan tekun mengatasi persoalan akut Sungai Citarum, Doni Monardo pun mendapat pujian dari Ir Supardiyono Sobirin, aktivis lingkungan yang kemudian menjadi anggota Tim Ahli Satuan Tugas Citarum Harum.
“Bapak Letjen Doni Monardo adalah seorang yang saya kagumi. Di mana pun di seluruh Indonesia di tempat beliau ditugaskan, tidak pernah lepas dari hobi dan perhatian beliau untuk melakukan penghijauan di lokasi yang lahannnya kritis dan tandus, termasuk tata cara mencari dan memulihkan kelangkaan air untuk pemeliharaan bibit-bibit pohon yang ditanam,” ujarnya saat dihubungi.
Untuk sekian lama, Sungai Citarum telah mengalami pembiaran kerusakan yang sangat parah. Penanganan yang telah dilakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil signifikan.
Tugas menyehatkan kembali Sungai Citarum dijalankan Doni dengan sangat antusias dan serius, dengan konsep satu komando dan bekerja bersama rakyat untuk membersihkan limbah dan sampah, menanam pohon di lahan kritis, mengendalikan banjir dan kekeringan, untuk mencapai Citarum Harum Juara.
Sobirin melihat bagaimana Doni mengerahkan semua jajaran prajuritnya untuk menyehatkan kembali Sungai Citarum yang sakit parah.