Kamis 25 Mar 2021 19:18 WIB

Curhat Buwas Soal Impor Beras Ketika Stok Bulog Menumpuk

Perum Bulog terbebani utang akibat pengadaan beras yang terus berjalan.

Petani memotong padi saat panen di area persawahan Desa Alue Tampak, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh. Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso (Buwas), mempertanyakan rencana impor beras oleh pemerintah ketika beras Bulog masih banyak yang menumpuk di gudang.
Foto:

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih melihat rencana impor beras diperlukan saat ini. "Selama ini kita harus akui bahwa negara kita selalu impor beras. Ini terjadi karena kebutuhan dari masyarakat itu lebih dari apa yang dihasilkan oleh petani. Kita belum bisa swasembada," kata legislator yang akrab disapa Demer itu dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/3).

Rencana impor tidak bisa dilihat secara sepotong-potong saja, tetapi harus dilihat sebagai sebuah perencanaan dan antisipasi menghadapi ketidakpastian di Indonesia. Demer mengatakan, Bulog seharusnya mengerti tentang tupoksinya.

"Tupoksi Bulog itu menyeimbangkan antara kebutuhan masyarakat dan petani. Masyarakat tidak boleh terlalu rugi karena membeli beras terlalu mahal atau malah tidak ada, sementara beras petani harus dibeli dengan harga wajar," ucap Demer.

Selain itu, Demer juga mempertanyakan kinerja Bulog. Ia menilai Bulog telah menyalahi tupoksinya sendiri jika tidak bisa mengantisipasi adanya permasalahan tentang beras.

"Keberadaan Bulog sebagai penyeimbang. Ini harus benar-benar disadari oleh kepala Bulog. Untuk apa mereka itu ada? Mereka sebenarnya diuntungkan karena sudah ada rencana dari Menteri Perdagangan untuk mengantisipasi itu. Pengalaman kita selama  ini memberikan banyak pelajaran tentang itu," kata Demer menambahkan.

Dia juga menilai aneh jika Bulog atau beberapa pihak yang menyebut adanya permasalahan rente dalam rencana impor beras  ini. "Apa yang rente? Siapa yang akan ambil untung? Nanti yang akan impor beras ini juga Bulog, bukan lembaga lain, jadi siapa yang mau ambil untung sebenarnya?" ujar Demer.  

Terlebih lagi, ia menyebut bahwa BMKG memprediksi ke depan akan terdapat potensi bencana yang dialami Indonesia. Selain itu, pandemi Covid-19 juga membuat produktivitas serta distribusi bahan pangan bisa menjadi kendala. Oleh karena itu, Demer menilai perencanaan tersebut dinilai makin penting.

Selain itu, Demer juga menyayangkan sikap beberapa pihak yang langsung menyalahkan dan mempermasalahkan rencana impor beras tersebut. Ia juga mempertanyakan jika nanti sampai ada kelangkaan beras. Menurutnya, siapa yang akan disalahkan jika kelangkaan itu terjadi.

"Kalau sampai masyarakat ribut karena beras langka, apakah itu tidak lebih merepotkan negeri ini? Kecuali memang Bulog ingin adanya chaos di negeri ini karena kelangkaan beras, maka tidak usah ada rencana itu," ujar politikus Partai Golkar itu.

Demer juga menyayangkan adanya beras Bulog yang sampai rusak beberapa ratus ton. Ini membuktikan Bulog tidak memiliki kemampuan dan manajemen yang baik dalam penyimpanan beras.

Saat ini, diperkirakan terdapat 300-400 ribu ton beras di gudang Bulog berpotensi turun mutu. Jumlah itu hampir setara dengan persediaan yang dimiliki Bulog.

“Jangan ketika barang rusak, kemudian panik lalu menyalahkan orang lain. Kita sudah sering membahas masalah ini di DPR. Jangan tiba-tiba sekarang malah dibicarakan ke publik hal-hal seperti ini. Kita semua bekerja untuk rakyat. Kita juga tidak mau negeri ini hancur akibat pangan," katanya menegaskan.

Sebagaimana diketahui, rencana impor beras sebanyak 1 juta ton diketahui pertama dari paparan kebijakan pemerintah pada sektor pangan tahun ini oleh Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto. Rencana tersebut kemudian terkonfirmasi oleh Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, sebagai kementerian teknis.

Fraksi PDIP mengkritik rencana impor beras. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, pendiri bangsa, khususnya Bung Karno, telah menyampaikan Indonesia harus bisa berdiri di kaki sendiri (berdikari), termasuk dalam hal pangan.

"Sebelum membacakan teks proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno menyampaikan pidato singkat yang intinya untuk berani meletakkan nasib bangsa dan Tanah Air di tangan kita sendiri," kata Hasto.

Hanya dengan berani meletakkan nasib di tangan sendiri, Indonesia akan berdiri dengan kuatnya. "Ini adalah suatu pernyataan politik di mana kita punya suatu mental berdikari, dan itulah yang menjadi alasan mengapa Indonesia ini berdiri," ujar Hasto dalam siaran persnya.

Lalu dari aspek legitimasi, kata dia lagi, kebijakan impor juga bertentangan karena upaya untuk menyejahterakan petani masuk di dalam Pancasila. "Cita-cita kemanusiaan itu membebaskan manusia itu dari berbagai belenggu penjajah, termasuk mereka para pemburu rente yang ingin mengambil jalan pintas dengan melakukan impor, sesuatu yang seharusnya kita mampu memproduksi," ujar Hasto pula.

Sementara dari aspek konstitusi, Hasto berpandangan, tujuan pembentukan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, termasuk kesejahteraan petani, bukan kesejahteraan petani asing.

"Itu sangat jelas. Juga untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, pemimpin harus memahami tujuan dari bernegara, yaitu berpihak pada petani. Kedaulatan petani dalam berproduksi harus dilindungi dan produksinya dinikmati oleh rakyat, tidak sedikit-sedikit terancam oleh kebijakan sepihak untuk melakukan impor," kata Hasto.

Karena itu, Hasto menekankan konstitusi sudah jelas bahwa impor berbanding terbalik dari perintah menyejahterakan rakyat, padahal bumi, alam, dan segala isinya harus diolah sebaik-baiknya. "Bagaimana untuk hal pangan seharusnya kita mampu berproduksi sendiri, 75 tahun merdeka masak kita harus bergantung terus-menerus pada impor," kata Hasto lagi.

Hasto juga memahami, meski PDIP kritis soal impor beras, banyak yang menyebut PDIP partai pemerintah rasa oposisi. "Yang disampaikan PDIP dalam konteks berdemokrasi yang sehat," katanya pula.

photo
Impor beras - (Tim infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement