REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Subdit Tindak Pidana Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Subditipidsiber Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya membongkar kasus penipuan bermodus rekrutmen karyawan Bank BNI 46.
"Dia menjanjikan bisa buat orang bekerja melalui media sosial tetapi dengan persyaratan tertentu, termasuk beberapa uang yang harus disiapkan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus di Markas Polda Metro Jaya, Kamis (25/3).
Yusri menjelaskan, kasus itu berawal pada 1 Februari 2021. Saat itu, BNI mendapatkan pertanyaan dari pencari kerja yang mengonfirmasi perihal pembukaan lowongan kerja di bank BUMN tersebut. Namun, pihak BNI yang tidak sedang membuka lowongan kerja dan lalu mencurigai adanya indikasi penipuan dan melaporkan hal tersebut kepada Polda Metro Jaya.
Kepolisian kemudian melakukan penyelidikan. Dalam pengungkapan kasus tersebut, penyidik kemudian menangkap satu orang tersangka berinisial MTM. Yang bersangkutan ditangkap di Sulawesi Selatan pada 20 Februari 2021.S aat dilakukan pemeriksaan, menurut Yusri, tersangka MTM mengaku melakukan tindak penipuan itu karena motif ekonomi dan tidak memiliki pekerjaan.
Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan yang bersangkutan tidak hanya melakukan penipuan bermodus serupa dengan mencatut nama bank BNI. Dia juga mencatut nama sejumlah perusahaan badan usaha milik negara (BUMN), seperti Waskita Karya, Angkasa Pura, dan perusahaan BUMN lainnya.
Yusri mengatakan, tersangka MTM mencatut nama bank BNI dengan membuat email [email protected] serta menggunakan logo BNI dalam surat elektronik (surel). Dalam surelnya, tersangka MTM meminta para pelamar mengisi data dan mengirimkan syarat rekrutmen. Namun, ujungnya para korbannya diminta untuk mengirimkan sejumlah uang.
"Korban mengisi, ujung-ujung ada biaya transportasi yang harus disiapkan bagi para pelamar kerja di BNI, dengan membayar Rp 1,7 juta kepada tersangka MTM," kata Yusri.
Akibat perbuatannya MTM kini telah menyandang status tersangka dan telah ditahan oleh Polda Metro Jaya.MTM dijerat dengan Pasal 35 dan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 11 Tahum 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda Rp 12 miliar.