Selasa 23 Mar 2021 16:55 WIB

Pakar: Penanganan TBC Berpotensi Alami Kemunduran

Kemajuan dalam penanganan TBC berpotensi mundur karena pandemi Covid-19.

Pasien Tuberkulosis melihat hasil ronsen dadanya. Indonesia, India, China, menjadi tiga negara penderita TBC terbesar dunia.
Foto: EPA
Pasien Tuberkulosis melihat hasil ronsen dadanya. Indonesia, India, China, menjadi tiga negara penderita TBC terbesar dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan kemajuan dalam penanganan penyakit tuberkulosis (TBC) berpotensi mengalami kemunduran akibat pandemi Covid-19.

"Sebenarnya sudah menuju ke arah bagus sesuai dengan laporan global kasus TBC pada 2019 di Asia Tenggara," kata Pulmonologitu pada acara Temu Media secara virtual dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS) diikuti di Jakarta, Selasa (23/3).

Tjandra melaporkan sejumlah kemajuan penanganan penyakit TBC berdasarkan 'Global Report TB' di Asia Tenggara dalam kurun 2014 hingga 2019. Laporan itu di antaranya temuan kasus TBC meningkat menjadi 3,36 juta kasus pada 2018 dari 2,6 juta kasus pada 2015 atau meningkat sekitar 20 persen.

Tingkat keberhasilan pengobatan di antara pasien baru TBC yang sensitif terhadap obat juga meningkat dari 79 persen di 2014, menjadi 83 persen pada 2017. Perkiraan laju kematian akibat TBC juga menurun secara stabil dari 758.000 pada 2015 menjadi 658.000 pada 2018.

Pada laporan kejadian 2019, kata Tjandra, Asia Tenggara menyumbang 4,3 juta kasus TBC dari total kasus di dunia mencapai 10 juta kasus dengan angka kematian mencapai 1,2 juta orang. "Indonesia salah satunya dengan 632 ribu angka kematian," katanya.

Tjandra mengatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan target pencapaian atas penanggulangan TBC pada 2020. Target yang dimaksud di antaranya pelacakan dan pengobatan terhadap 40 juta orang terpapar TBC, memberikan terapi pencegahan penyakit terhadap 30 juta orang, serta target lainnya dalam upaya menurunkan angka kematian.

"Karena itu di 2020 diharapkan tinggal landas, tapi kita tahu ada Covid-19 di 2020 sehingga target pencapaian jadi sulit," katanya.

Tjandra memperkirakan gangguan dalam penanggulangan TBC akibat Covid-19 dapat membawa indikator penanganan kasus mengalami kemunduran lima hingga delapan tahun mendatang. Analisis di tingkat global juga menunjukkan bahwa jika deteksi kasus TBC global menurun rata-rata 25 persen selama periode tiga bulan, maka terjadi tambahan 190 ribu kematian akibat TBC.

"Ini berarti 100 ribu kematian TBC tambahan akan terjadi dalam satu tahun di kawasan Asia Tenggara," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement