REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Humas PN Jakarta Timur Alex Adam Faisal, menjelaskan perbedaan sidang daring Habib Rizieq Shihab (HRS) dan sidang luring Dirut RS Ummi Bogor, Andi Tatat. Menurutnya, dalam awal pelimpahan ke pengadilan, terdakwa Andi Tatat tidak dilakukan penahanan.
"Karena tidak dilakukan penahanan, maka dia harus hadir di persidangan," ujar dia di PN Jaktim, Selasa (23/3).
Menurut Alex, hal itu berbeda dengan terdakwa HRS yang telah dilakukan penahanan sebelumnya. Sehingga, persidangan harus dilakukan secara daring sesuai ketentuan yang berlaku di masa pandemi.
"Terdakwa kan sekarang ditahan di rutan Mabes Polri. Jadi dia hadir di ruang sidang rutan mabes polri," tambahnya.
Lanjutnya, tidak ada pertimbangan mengapa Andi Tatat boleh disidang secara langsung. Kendati demikian, dia menyebut jika pihak HRS tetap tidak mau ikut sidang daring dan berkeberatan karenanya, bisa mengajukan keberatan di persidangan.
Baca juga : Puluhan Diplomat Barat Berkumpul di Depan Pengadilan China
Ketika ditanya keberatan yang diajukan oleh pihak HRS dan kuasa hukumnya, ia tak menampik. Namun, hak berkeberatan tersebut kata dia, tetap harus disampaikan dan dinilai oleh majelis hakim.
"Keberatan itu kan ada tahapannya. Pertama, dakwaan, kedua tanggapan atau eksepsi dari kuasa hukum, lalu tanggapan dan nanti diputuskan oleh majelis hakim dalam putusan sela," ungkap dia.
Kuasa hukum HRS Alamsyah Hanafiah mengatakan, pihaknya kali ini tetap tak menghadiri sidang. Hanya menyerahkan pembacaan eksepsi kepada hakim.
"Karena sidang kan online. Kita cuma monitor apa hari ini (eksepsi) dibacakan oleh hakim atau tidak, gitu," ujarnya di depan Gerbang PN Jaktim, Selasa (23/3).
Dirinya menegaskan, hingga kapan pun prinsip pihaknya tetap menginginkan sidang secara langsung. Mengingat risiko gangguan dan penjelasan yang tak sampai.
Menurutnya, apa yang digelar di Mabes Polri bukanlah pengadilan. "Kalaupun mau sidang dari jauh, HRS bisa sidang di PN Jaksel dan kita tetap di sini (PN Jaktim)" tambahnya.
Agenda sidang pada hari dijadwalkan pembacaan nota keberatan atau eksepsi HRS terhadap dakwaan yang telah dibacakan jaksa. Eksepsi yang semestinya dibacakan di persidangan justru sudah tersebar di media sosial sejak beberapa hari lalu.
Baca juga : Poin-Poin Penting Eksepsi Atas Dakwaan HRS
"Mengetuk Pintu Langit, Menolak Kezaliman, Menegakkan Keadilan" menjadi judul eksepsi HRS. Eksepsi setebal 66 halaman itu banyak mengutip ayat Alquran dan hadist.
Kuasa hukum HRS yang lain, Aziz Yanuar mengatakan, tersebarnya eksepsi merupakan upaya perlawanan HRS atas proses hukum yang dijalaninya. HRS menyatakan tak puas karena pengadilan sebagai bagian dari proses mencari keadilan justru jauh dari keadilan.
"Memang itu bentuk tanggapan kami atas dakwaan ngawur, pandir, dan zalim," ujar Aziz.
Diketahui, HRS terjerat tiga kasus sekaligus. Dalam kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat, HRS ditetapkan sebagai tersangka pada 14 November 2020 lalu. HRS diduga melanggar Pasal 160 KUHP. Kemudian, pada Desember 2020, HRS juga ditetap sebagai tersangka kerumunan massa di Megamendung, Kabupaten Bogor.
Dari kedua kasus tersebut, HRS dijerat dengan Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Pasal 216 KUHP.
Selanjutnya kasus terakhir, kasus di RS Ummi Bogor berawal saat HRS dirawat di RS Ummi dan melakukan tes usap pada 27 November 2020. Namun, HRS melakukan tes usap bukan dengan pihak rumah sakit, melainkan lembaga Mer-C.