Senin 22 Mar 2021 18:11 WIB

Erdogan Bawa Turki Jadi Kekuatan Baru Global

Turki bertransformasi jadi kekuatan baru politik militer dan ekonomi di bawah Erdogan

Rep: Anadolu/ Red: Elba Damhuri
Seorang wanita, mengenakan topeng berhias bendera Turki
Foto:

Pada September 2018, Rusia dan Turki sepakat membangun zona demiliterisasi di Idlib, yang melarang semua tindakan agresi.

Selanjutnya, menyusul kesepakatan antara Turki dan Rusia pada 5 Maret 2020, kontrol negara pihak yang berkonflik atas wilayah Suriah tidak berubah.

Rezim dan pendukungnya sepenuhnya mengontrol provinsi selatan Daraa, Quneitra, ibu kota Damaskus, Latakia, dan Tartus di pantai Mediterania timur, dan Homs di bagian tengah negara itu.

Pasukan rezim juga mendominasi Hama, Aleppo, dan Deir Ez-Zor. Wilayah ini mencakup lebih dari 60 persen negara.

Oposisi hadir di zona demiliterisasi Idlib, wilayah yang dibebaskan dari teroris oleh Operasi Perisai Efrat Turki.

Distrik Afrin dibersihkan dari terorisme oleh Operasi Ranting Zaitun Turki, dan distrik Tel Abyad dan Ras al-Ayn yang dibebaskan oleh Operasi Mata Air Perdamaian di timur dari Sungai Efrat.

Kelompok teroris YPG / PKK, yang didukung oleh AS, menempati distrik Manbij dan Tel Rıfat di utara negara itu dan beberapa wilayah di timur Efrat.

Turki jadi benteng pertahanan

Sya’roni Rofii, dosen kajian Eropa Universitas Indonesia, mengatakan Turki memiliki peran penting di NATO, karena dari sisi geografisnya.

Negara ini menjadi benteng pertahanan aliansi untuk mencegah ancaman dari kawasan Timur Tengah terutama di Mediterania, dan ancaman dari Rusia di Laut Hitam.

“Kontribusi pasukan Turki di NATO juga termasuk salah satu yang terbesar,” ujar Sya’roni.

NATO dan Turki, kata Sya’roni, bisa menjadi aktor yang diharapkan dunia untuk mencegah kejahatan transnasional terutama pembajakan di jalur-jalur kargo internasional.

“Termasuk memastikan transisi politik berjalan lancar di negara-negara yang terlibat konflik,” terang dia.

Terkait konflik Suriah, Sya’roni mengatakan sejauh ini Turki telah melakukan langkah-langkah diplomatik menjembatani dialog antara Assad dengan oposisi, termasuk menjadi mediator bersama Rusia.

“Turki juga menjadi penerima migrasi asal Suriah dalam jumlah paling besar,” kata peraih doktor hubungan internasional dari Universitas Marmara, Turki ini.

Selanjutnya, kata dia, krisis di Suriah perlu jalan keluar dengan jangka waktu yang ditentukan.

“Jika dibiarkan berlarut maka harga yang harus dibayar akan lebih mahal,” kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement