Senin 22 Mar 2021 18:11 WIB

Erdogan Bawa Turki Jadi Kekuatan Baru Global

Turki bertransformasi jadi kekuatan baru politik militer dan ekonomi di bawah Erdogan

Rep: Anadolu/ Red: Elba Damhuri
Seorang wanita, mengenakan topeng berhias bendera Turki
Foto:

Pendeknya, Turki memainkan peran kunci dalam kemenangan Azerbaijan di Karabahk.

Berdiri pada 1949, kata Ramdhan, NATO awalnya organisasi yang berbentuk pakta pertahanan modern bersifat collective security atau keamanan bersama.

Pakta ini dipertahankan meski Perang Dingin sudah berakhir. “Padahal tujuan awal NATO adalah containment of communism di Eropa dan Amerika Utara pada 1949. Jelas, lawannya adalah Uni Soviet dan aliansinya,” kata dia.

Namun seiring berjalannya waktu, Ramdhan melihat ada pergeseran paradigma keamanan di NATO dari Perang Dingin ke era pasca Perang Dingin, meskipun chapter V dalam pakta tidak berubah, yakni mempertahankan sifat organisasi sebagai collective security.

Pergeseran paradigma ini, kata dia, bisa terlihat dari dua aspek. Pertama bagaimana NATO melihat ancaman dan keamanan serta perluasan wilayah yang kini melebar bukan saja di Eropa atau Atlantik Utara, tapi juga global.

Pada aspek pertama, kata dia, ancaman global kontemporer adalah terorisme, alih-alih komunisme yang sudah bangkrut sebagai ideologi.

Menurut dia, peristiwa serangan 911 pada 2001, menjadi faktor signifikan bagi organisasi keamanan seperti NATO untuk melihat ulang tentang keamanan dan ancaman yang bisa terjadi di Eropa.

Selanjutnya, kata Ramdhan, melihat episentrum ketegangan global tidak lagi berada di Eropa Timur sebagaimana era Perang Dingin, namun bergeser ke Timur Tengah, semenanjung Korea hingga Pasifik.

Pergeseran ini juga dipicu kepentingan nasional negara-negara utama NATO seperti AS, Inggris, Perancis, dan Jerman yang sering ‘menyeret’ NATO ke wilayah-wilayah yang lebih luas.

“Ketegangan, konflik, perang yang terjadi di Timur Tengah, wilayah yang secara geografis berdekatan dengan Eropa dan memberi dampak langsung terhadap keamanan dan ancaman di Eropa.

"Saya kira di sini menjadi titik pentingnya kehadiran Turki dalam keanggotaan NATO,” ujar Ramdhan.

Aktor penyelesaian konflik Suriah

Ramdhan mengatakan, bagi NATO, Turki menjadi kunci dan aktor utama dalam penyelesaian konflik Suriah.

“Jika tidak ada Turki, saya kira persoalan yang dihadapi Eropa hari ini lebih berat lagi, seperti dalam masalah arus pengungsi dan terorisme,” ujar Ramdhan.

Ramadhan mengatakan keterlibatan NATO dalam masalah keamanan di Suriah cukup ‘terwakili’ oleh Turki.

Turki memanfaatkan situasi ini untuk meningkatkan lagi positioning dan bargaining power-nya terhadap Barat, NATO dan AS.

Hal itu, kata Ramdhan, bisa dilihat dari bagaimana sikap keras Turki terhadap AS dalam beberapa isu, seperti Suriah, Israel, dan blokade Qatar beberapa waktu lalu.

Saat bersamaan, lanjut dia, Turki menjalin kerja sama dengan Rusia dalam pembelian alutsista pertahanan seperti S-400, yang dikecam AS dan anggota NATO lainnya.

“Tapi AS dan NATO tidak bisa meninggalkan Turki. Karena Turki pemain kunci di Timur Tengah. Tapi ingat juga, Turki bersikap keras terhadap China dalam isu Uyghur,” terang Ramdhan.

Ramdhan membaca situasi ini merupakan politik keseimbangan Turki dalam mengontrol eskalasi ketegangan di kawasan.

Sebab jika konflik dibiarkan, hal itu dapat berdampak kepada Turki secara tidak langsung.

“Apalagi Turki juga menghadapi kelompok PKK/PYD/YPG yang didukung oleh AS,” kata Ramdhan.

Menurut Badan Pengungsi PBB (UNHCR), sebanyak 6,6 juta warga Suriah harus meninggalkan negara itu, yang sebelum 2011 memiliki populasi sekitar 22-23 juta.

Turki sendiri menampung sekitar 3,7 juta dari orang-orang ini - lebih banyak dari negara lain mana pun di dunia.

Turki juga terlibat dalam perundingan Astana bersama Rusia dan Iran untuk menyelesaikan konflik Suriah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement