Kamis 18 Mar 2021 14:10 WIB

Pakar: Jangan Tunda Divaksin

Masyarakat tak perlu khawatir adanya varian-varian baru virus Covid-19.

Seorang warga lanjut usia (lansia) menerima vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Ungaran, Jawa Tengah (ilustrasi).
Foto: Republika/bowo pribadi
Seorang warga lanjut usia (lansia) menerima vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Ungaran, Jawa Tengah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Kendati sekitar 40 juta dosis vaksin Covid 19 sudah masuk di Indonesia, masih banyak warga yang masih malas dan memilih menunggu dipanggil untuk menjalani vaksinasi. Padahal sekarang sudah tersedia jalur untuk pendaftaran.

Begitu pula pada kelompok lanjut usia (lansia). Sejauh ini masih banyak lansia yang belum divaksin.  Ini karena lansia belum banyak mendapatkan bantuan agar bisa divaksinasi. Enggak ada yang bantu urus dari keluarganya, ujar Profesor Sri Rezeki Hadinegoro, ahli vaksin dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (18/3).

Padahal di luar negeri, menurut Sri, vaksinasi lansia dibantu oleh swasta. Maka, anggota keluarga yang lebih muda sebaiknya membantunya, karena vaksinasi lansia hanya berlangsung dua hari saja, yaitu pada saat suntikan dosis pertama dan kedua.

Sri menekankan agar masyarakat pun tak perlu khawatir adanya varian-varian baru virus Covid-19 yang sudah ditemukan di Indonesia. Sebab, semua virus pasti akan bermutasi. Dampak varian baru itu terhadap efek vaksin baru diketahui dalam jangka panjang, sambung Sri.

Begitu pula mengenai adanya penangguhan sementara penggunaan vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca yang ditunda sementara gegara isu penggumpalan darah.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menurut Sri, sudah menyatakan aman. Kecuali, penggumpalan darah itu merupakan gejala yang kerap terjadi pada lansia dan memiliki komorbid, seperti penyakit jantung, diabetes dan hiperkolesterol. Tidak divaksin saja, penderita berisiko mengalami penggumpalan darah. Vaksin apa saja, bukan hanya vaksin Covid-19, juga punya risiko tromboemboli, tuturnya.

Baca juga : Jokowi Harap Vaksinasi Kurangi Laju Penularan Covid-19

Ia meminta agar tidak menunda vaksinasi akibat isu penggumpalan darah. Angka kasus penggumpalan akibat vaksin Covid-19 juga terbilang sedikit, yaitu sekitar satu persen. Lain halnya jika  kasus penggumpalan darah meningkat dua kali setelah divaksinasi. Kita perlu khawatir, katanya.

Di tempat terpisah, Dokter Made Cock Wirawan, dokter umum yang berpraktek Rumah Sakit Angkatan Darat Denpasar, Bali, mengatakan bahwa vaksinasi yang sudah dilakukan pemerintah sejauh ini sudah berjalan baik. Tenaga vaksinator juga jauh dari mencukupi, karena ada ribuan tenaga kesehatan yang diperbantukan dari TNI dan Polri.

Namun, Made menilai vaksinasi ini masih jauh dari harapan, karena jumlah vaksin yang sudah digunakan masih terbatas. Begitu pula proses vaksinasi yang relatif lambat bila dibandingkan dengan besaran sasaran yang ingin dicapai dan kecepatan yang diharapkan. Ia melihat pada waktu vaksinasi tahap pertama, sempat terhambat, tetapi sekarang sudah lancar.

Karena lama kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin ini belum diketahui, maka dibutuhkan kecepatan proses pencapaian herd immunity,  ucap dokter yang terkenal dengan akun twitter @blogdokter yang memiliki 1,8 juta pengikut.

Sedangkan mengenai vaksin AstraZeneca, Made memandang perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap studi klinis yang dilakukan AstraZeneca. Langkah BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang melakukan review pemakaian vaksin AstraZeneca sudah benar, katanya. Namun ia mengaku bahwa WHO dan AstraZeneca sudah memberikan penjelasan tentang kasus-kasus yang terjadi.

Baca juga : Dipaksa Mundur dari All England, Ini Reaksi Pemerintah RI

sumber : siaran pers
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement