Rabu 17 Mar 2021 12:01 WIB

Jelang Pemilu 2024, Bawaslu Soroti Soal DPT Pilkada 2020

Perlu integrasi sistem data pemilih dan data kependudukan secara maksimal.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Komisioner Badan Pengawas Pemilu, Muhammad Afifuddin
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Komisioner Badan Pengawas Pemilu, Muhammad Afifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI M Afifuddin menyoroti persoalan daftar pemilih tetap (DPT) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 lalu. Menurut dia, banyak aturan dasar yang semakin dipertegas di Pilkada 2020 dari penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, tetapi pelaksanaannya belum sepenuhnya efektif.

Afif mencontohkan, persoalan syarat pemilih wajib mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau KTP-el dalam Pilkada 2020. Padahal, lanjut dia, pada Pemilu 2019 hal tersebut belum menjadi syarat yang wajib dan mutlak.

"Pada saat yang sama Dirjen Dukcapil (Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil) Kemendagri bilang belum 100 persen. Artinya, harus ada kebijakan yang progresif," ujar Afif dikutip situs resmi Bawaslu RI, Rabu (17/3).

Afif juga menyoroti masalah-masalah klasik seperti DPT yang tidak ditempel di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Jajaran Bawaslu juga menemukan ada pemilih yang masuk dalam DPT, tetapi belum melakukan perekaman KTP-el ataupun sebaliknya.

"Ini problem paling serius dalam kependudukan kita karena bagaimanapun basis yang disinkronkan adalah Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dari Dukcapil," kata Afif.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement