REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, bahwa vaksin produksi AstraZaneca yang baru didatangkan oleh pemerintah memiliki masa kedaluwarsa pada Mei 2021. Pemerintah pun mewaspadai masa kedaluwarsa AstraZaneca apalagi dengan interval penyuntikannya yang relatif lama yakni, sembilan sampai 12 minggu antara suntikan pertama dan kedua.
"AstraZeneca ini kedaluwarsanya Mei 2021 dan sampai sekarang kita masih menunggu juga rilis dari BPOM terkait keamanannya," kata Budi pada Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Senin (15/3).
Seperti diketahui, BPOM terpaksa menunda implementasi vaksin AstraZeneca menyusul laporan gangguan pada darah dari penerima vaksin di beberapa negara Eropa. BPOM hingga saat ini menunda pemakaian vaksin tersebut hingga muncul laporan resmi terkait keamanan vaksin AstraZeneca dari Lembaga Kesehatan Dunia WHO.
Untuk menghindari kedaluwarsa, kata Budi, pemerintah rencananya akan memanfaatkan 1,7 juta vaksin AstraZeneca akan dihabiskan dalam rangkaian vaksinasi pertama. "Karena nanti akan datang lagi kalau tidak salah sekitar 3 juta di tanggal 22 Maret 2021 dan 7 juta di tanggal 22 April 2021. Jadi yang 3 juta itu yang dipakai sebagai vaksinasi yang kedua," katanya.
AstraZeneca merupakan vaksin yang didapatkan Indonesia melalui skema COVAX WHO. Pada 8 Maret datang 1,1 juta dosis AstraZaneca. Menkes juga mengatakan pada 22 Maret akan datang lagi sekitar 2.536.800 dosis vaksin. Sedangkan, pada April akan datang lagi sekitar 7.855.200 dosis vaksin AstraZeneca.
Budi menambahkan, hampir seluruh vaksin Covid-19 yang didatangkan pada kurun Desember 2020 di Indonesia telah habis terpakai. Menkes menjelaskan hal ini sekaligus mengklarifikasi isu adanya vaksin Covid-19 yang telah kedaluarsa.
"Kalau yang kedaluarsanya dekat adalah vaksin yang kita dapat di bulan Desember 2020, yaitu 1,2 juta yang gelombang pertama yang jatuh (kedaluarsa) di 25 Maret 2021," katanya Budi.
Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, kata Budi, vaksin tersebut sudah seluruhnya terpakai untuk penyuntikan kepada para tenaga kesehatan. Kecuali, di Papua yang saat ini sedang dipantau laporannya.
"Kita masih cek yang di Papua, ada beberapa daerah. Karena kita kirimnya ke 34 provinsi, kita sedang konfirmasi lagi daerah di Papua. Tapi daerah di luar Papua, semuanya sudah terpakai," katanya.
Budi mengatakan, sebanyak 1,8 juta vaksin untuk gelombang berikutnya memiliki waktu kedaluarsa di akhir Mei 2021. "Dan itu pun hampir semua terpakai karena itu untuk tenaga kesehatan," katanya.
Dalam rapat kerja hari ini, anggota Komisi IX DPR Nur Yasin menyoroti adanya kasus pembekuan darah setelah disuntuk vaksin AstraZeneca. Nur menilai pemerintah perlu memastikan keamanan AstraZeneca sebelum disuntikkan ke masyarakat.
"Apa itu juga ada bedanya Astrazeneca keluaran Korea dengan yang Jerman? Apa yang membeku itu keluaran Jerman misalnya, nah ini perlu dijelaskan, kami banyak dapat pertanyaan dari masyarakat di dapil kami," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Hal serupa juga ditanyakan Anggota Komisi IX Fraksi PDIP, I Ketut Kariyasa Adnyana. Kariyasa mempertanyakan sikap pemerintah terkait vaksin AstraZeneca.
"Beberapa negara di eropa dan negara di Asia Tenggara sementara menghentikan vaksin AstraZeneca, nah ini apakah sikap pemerintah apakah sama dengan sikap dengan negara negara yang di eropa terhadap vaksin ini?" ungkapnya.
Sementara itu Anggota Komisi IX Fraksi Partai Golkar Yahya Zaini beranggapan proses screening vaksin AstraZeneca berbeda dengan vaksin Sinovac yang dilakukan secara ketat. Yahya juga menyoroti isu kehalalan pada vaksin AstraZeneca.
"Di AstraZeneca ini tidak ada isu halal pak, apakah AstraZeneca ini sudah diperiksa oleh MUI tentang kehalalannya. Saya minta selama belum ada pemeriksaan sertifikasi dari MUI mengenai kehalalan jangan didistribuskan kepada masyarakat sebab ini sensitif pak karena ini masuk ke Biofarma ini menjadi kunci juga pak," ungkapnya.