REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Jazilul Fawaid mengajak publik untuk tidak menanggapi berlebih dan curiga terhadap isu amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebab, secara resmi MPR belum menerima usulan perubahan terhadap konstitusi negara tersebut.
"Tidak perlu saling curiga, amendemen bukanlah sesuatu yang dilarang. MPR pada masa Pak Amien Rais melakukan amendemen juga," kata Jazilul kepada wartawan di Jakarta, Senin (15/3).
Amien Rais, eks ketua MPR RI periode 1999-2004, melalui akun Youtube pribadinya, Ahad (14/3), mengatakan ada upaya membentuk opini publik dari pihak-pihak tertentu, yang tujuannya ingin mengubah ketentuan UUD 1945. Khususnya, terkait perubahan masa jabatan presiden sampai tiga periode.
Terkait pendapat itu, Jazilul mengatakan isu itu masih sebatas wacana publik. "Secara resmi belum ada yang mengusulkan ke MPR RI. (Isu itu, red) masih sebatas wacana di publik. Silakan saja berwacana dan atau mengusulkan amendemen UUD. Itu sah saja," kata Jazilul.
Ia menjelaskan MPR RI terbuka pada tiap usulan perubahan/amendemen UUD 1945 selama usulan tersebut diajukan sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku. Namun, ia menyampaikan upaya mengubah pasal-pasal dalam UUD 1945 bukan langkah yang mudah.
"Perlu kehendak kuat dari rakyat, yang tercermin dalam usulan dan pendapat fraksi-fraksi MPR dan kelompok DPD (Dewan Perwakilan Daerah, red)," terang Jazilul.
Terkait isu itu, wakil ketua MPR lainnya, Hidayat Nur Wahid juga memastikan belum ada individu tertentu atau anggota MPR yang mengusulkan amendemen UUD 1945, khususnya terkait perpanjangan masa jabatan presiden sampai tiga periode. Menurut Hidayat Nur Wahid, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin, sikap kolektif pimpinan MPR adalah menjaga amanah reformasi, yang salah satunya ditunjukkan melalui pembatasan masa jabatan presiden.
Pasal 7 UUD 1945 membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden selama lima tahun, tetapi keduanya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali periode. Artinya, ketentuan itu membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden maksimal sampai dua periode atau 10 tahun.
Perubahan terhadap ketentuan itu hanya dapat dilakukan lewat amendemen UUD 1945. Amendemen terhadap UUD 1945 hanya dapat dilakukan jika ada usulan secara formal dan tertulis yang diajukan oleh sekurang-kurangnya sepertiga anggota MPR.