REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Inas Widyanuratikah
JAKARTA – Jumlah masyarakat yang telah menerima vaksinasi Covid-19 sampai saat ini masih jauh dari target Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kendala dalam mewujudkan keinginan presiden agar satu orang bisa divaksinasi dalam sehari disebut karena jumlah vaksin yang tersedia atau stok yang dimiliki Indonesia masih terbatas.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, masalah vaksinasi di dunia adalah terkait ketersediaan vaksin. Vaksin Covid-19 yang kini sudah diamankan Indonesia pun masih jauh dari kebutuhan untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok. Hal inilah yang menyebabkan pemberian vaksin harus dilakukan bertahap dan memiliki prioritas.
“Masalahnya bukan vaksinasi, tapi masalah produksi vaksinnya. Vaksin ini masalah rebutan di seluruh dunia. Mungkin baru 50-60 negara yang dapat dari 160 negara,” kata Budi dalam diskusi daring, Ahad (14/3).
Hingga dua bulan sejak vaksinasi Covid-19 pertama pada pertengahan Januari lalu, total hampir 5,5 juta dosis telah disuntikkan. Secara rinci, per Ahad (14/3), sebanyak 4.020.124 dosis pertama dan 1.460.222 dosis kedua telah diberikan ke masyarakat. Jika dirata-rata, maka dosis yang diberikan kurang lebih sebanyak 90 ribu per hari.
Budi menjelaskan, penduduk dunia berjumlah kurang lebih 7,5 miliar. Sementara target herd immunity yakni 70 persen penduduk harus divaksin, sehingga jumlahnya 5,5 miliar. Sedangkan vaksinasi perlu dilakukan sebanyak dua kali sehingga membutuhkan 11 miliar dosis. Padahal, kapasitas produksi vaksin di dunia sekitar 3 miliar dosis.
Pada Januari-Februari lalu, lanjut Budi, Indonesia hanya mendapatkan 3 juta dosis vaksin. Budi mengatakan, tidak mungkin melakukan vaksinasi pada 1 juta orang per hari karena vaksin akan langsung habis selama tiga hari.
Baca juga : Trik Cepat Tidur dalam 5 Menit yang Viral di TikTok
Menurut Budi, negara-negara maju saat ini juga kesulitan mendapatkan vaksin. Sebagian besar negara memfokuskan vaksin yang mereka produksi untuk masyarakat mereka sendiri. Indonesia, kata dia, beruntung bisa mendapatkan dua merk vaksin, yakni Sinovac dan Astrazeneca.
Pada Maret-April, kata Budi, vaksin yang datang ke Indonesia diperkirakan sebanyak 10 juta dosis. Walaupun meningkat dari bulan sebelumnya, tetap saja proses vaksinasi tidak bisa dilakukan langsung satu juta sehari. Kemenkes pun kemudian mengatur agar 10 juta dosis vaksin itu bisa diberikan bertahap selama 1,5 bulan.
Vaksin di dunia diperkirakan akan mengalami peningkatan produksi di semester kedua tahun ini. “Di situ akan ada akselerasi dan itu kita benar-benar keroyokan,” kata Budi.
Untuk diketahui, saat ini dosis vaksin yang telah ada di Indonesia ‘baru’ 39 juta dosis. Jumlah itu merupakan gabungan dari 38 juta dosis vaksin Sinovac, di mana 3 juta dosis jadi datang di awal dan diperuntukkan bagi tenaga kesehatan serta 35 dosis bulk atau bahan baku vaksin Sinovac yang diolah Bio Farma.
Sementara 1.113.600 juta dosis merupakan vaksin Astrazeneca yang tiba beberapa waktu lalu. Vaksin Astrazeneca ini merupakan vaksin gratis yang diterima Indonesia melalui skema Covax. Menkes Budi pernah menyebut akan mendapat 54 juta dosis gratis dari skema ini. Namun, saat vaksin ini tiba beberapa hari lalu, Indonesia disebut ‘hanya’ akan mendapat 11,7 juta dosis. Di luar itu, Indonesia telah menandatangani kerja sama dengan pihak Astrazeneca untuk membeli 50 juta dosis vaksin.
Budi berharap masyarakat Indonesia bersabar terkait proses mendapatkan vaksin. Saat ini, vaksinasi dilakukan dengan prioritas yaitu orang-orang yang berisiko lebih tinggi terpapar Covid-19.
Baca juga : Kemenkes Tunda Distribusi Vaksin AstraZeneca
Kepala Lembaga Biologi Molekular Eijkman, Amin Soebandrio, mengatakan, program vaksinasi Covid-19 perlu dipercepat sebelum virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 bermutasi semakin banyak. Sebab, ada kekhawatiran efektivitas vaksin dalam melawan virus hasil mutasi akan berkurang.
“Sebelum virus ini berubah bentuk, sistem kekebalan tubuh kita harus dibentuk. Kita mendorong mereka yang sudah punya kesempatan divaksinasi jangan ditunda, jangan ditolak. Maka vaksinasi lah,” ujar Amin.
Vaksinasi, menurut dia, tidak serta merta menghentikan pandemi dan bukan berarti setelah divaksin tubuh akan kebal terhadap virus. Munculnya varian baru dari Covid-19 menjadi dorongan agar tetap harus menerapkan protokol kesehatan.
“Ada kemungkinan sudah divaksin masih tetap terkena Covid-19, bisa jadi varian baru. Yang harus kita lakukan untuk mencegah ini, apapun variannya perlakuannya sama, protokol kesehatan harus diterapkan,” ujar dia.