Kamis 11 Mar 2021 15:56 WIB

Kenaikan Dana Otsus Papua Dipertanyakan

Pemerintah dinilai belum mengevaluasi penggunaan dana otsus selama ini.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ilham Tirta
Aliansi Mahasiswa Papua Barat (AMPB) menggelar aksi unjuk rasa mendukung Otonomi Khusus (Otsus Papua) di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.
Foto: Eva Rianti
Aliansi Mahasiswa Papua Barat (AMPB) menggelar aksi unjuk rasa mendukung Otonomi Khusus (Otsus Papua) di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Arman Suparman mempertanyakan alasan pemerintah menaikkan dana otonomi khusus (otsus) bagi Papua dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Otsus Papua. Sebab, efektivitas penggunaan dana otsus 20 tahun terakhir belum dapat dikatakan baik.

"Kalau kita lihat output bahkan impact-nya, kan enggak kelihatan. Kita tahu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua Barat dan Papua itu sejauh ini, meskipun ada peningkatan tiap tahun, tetapi tetap terbelakang," ujar Arman saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (11/3).

Artinya, kata dia, dari IPM saja sudah bisa diukur efektivitas dari dana otsus belum bisa dikatakan baik, apalagi harus dinaikkan. Arman meminta pemerintah pusat berkomitmen menyajikan transparansi dan akuntabilitas pertanggungjawaban keuangan dana otsus.

Komitmen pemerintah pusat sebagai penanggung jawab utama itu seharusnya diamanatkan secara tersurat di RUU Otsus Papua. Sebab, menurut dia, pemerintah pusat selama ini terlihat tidak bertanggung jawab secara moral maupun politik atas dana otsus Papua yang digelontorkan triliunan per tahunnya.

Meskipun dana otsus diserahkan kepada masyarakat Papua, tetapi pemerintah pusat tetap bertanggung jawab agar penggunaannya sesuai peruntukannya.

"Pemerintah juga perlu menyiapkan regulasi turunan terkait dengan bagaimana mempertanggungjawabkan uang itu agar sesuai peruntukannya," tutur Arman.

Di sisi lain, pemerintah pun belum memberikan hasil evaluasi terhadap Otsus Papua selama 20 tahun terakhir. Padahal, evaluasi komprehensif sangat penting guna menentukan hal-hal yang perlu direvisi atau tidak, termasuk besaran dana otsus bagi Papua.

Ia mengusulkan agar pemerintah menggunakan pendekatan insentif dan disinsentif. Ketika ada pelanggaran dalam dana otsus, maka pemerintah pusat menggajar disinsentif kepada pemerintah provinsi Papua atau Papua Barat.

"Pendekatannya ke depan ya pendekatan insentif dan disinsentif, kalau ada pelanggaran ini ada disinsentif," kata dia.

Pemerintah dan DPR sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua dengan masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021. Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Otsus Papua yang diusulkan pemerintah, dana otsus naik menjadi 2,25 persen dari sebelumnya sebesar 2 persen.

Kemudian, besaran dana otsus terdiri dari dua bagian. Pertama, penerimaan yang bersifat umum setara dengan satu persen dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) nasional. Kedua, penerimaan yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan setara dengan 1,25 persen dari plafon DAU nasional, terutama untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan.

Sementara, ketentuan dalam UU 21/2001 menyebutkan, dana otsus Papua sebesar 2 persen dari plafon DAU nasional, terutama untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Dana alokasi khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan memberikan prioritas kepada Provinsi Papua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement