REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Artefak muatan kapal kuno yang karam di Indonesia kini boleh diangkut oleh investor asing. Pemerintahan Presiden Joko Widodo membuka pintu investasi asing yang mau mengangkat Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) yang disebut ratusan titiknya di perairan Nusantara. Namun para ahli arkeologi mengkritik masuknya investasi asing ini, sebab muatan kapal kuno itu dianggap cagar budaya yang diatur ketat dalam UU Nomor 11 Tahun 2010.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang mencuatkan isu soal 'harta karun' kapal tenggelam ini pekan lalu. Sebelumnya memang, investasi asing ke BMKT ini ditutup oleh pemerintah. Kemudian Bahlil mengatakan, pemerintah membuka keran investor asing untuk masuk mencari BMKT di perairan Indonesia. Namun kemudian mantan menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mencicit di dalam akun Twitternya meminta agar pemerintah membatalkan beleid investor asing bisa mengangkut 'harta karun' itu.
Mengingat pemerintah baru saja mengatur soal BMKT ini dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pasal 19 ayat 1 huruf g dan pasal 47a ayat 2 huruf e. Pasal 19 Ayat 1 huruf g berbunyi 'Setiap orang yang melakukan pemanfaatan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau pulau kecil wajib memiliki Perizinan Berusaha untuk kegiatan: g. pengangkatan benda muatan kapal tenggelam.'
Kemudian pasal 47a ayat 2 huruf e berbunyi 'Perizinan Berusaha pemanfaatan di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk kegiatan: e. pengangkatan benda muatan kapal tenggelam.
Ada potensi aturan yang bertabrakan antara UU Cagar Budaya, UU Cipta Kerja, UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Terhadap hal ini, pengajar hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta Prof Endang Sumiarni mengatakan memang harus ada penafsiran hukum tegas atas status BMKT itu sebagai cagar budaya atau benda investasi. "Karena tidak secara eksplisit disebut," katanya, Rabu (10/3)
Hal ini dibahas dalam webinar 'Nasib Warisan Budaya di Laut dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021', Rabu. Berbicara dalam webinar tersebut para ahli arkeologi dari Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid, sejumlah anggota tim ahli cagar budaya, pengajar hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta Prof Endang Sumiarni, dan Sekjen Asosiasi Perusahaan Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Muatan Kapal Tenggelam Indonesia (APPP BMKT), Harry Satrio.
Endang memaparkan, berangkat dari UUD 1945 pasal 32 ayat 1 dan konsideran UU Cagar Budaya huruf a sebetulnya sudah tegas. Cagar budaya, kata dia, adalah kekayaan bidaya aset bangsa dan negara, harus dilestarikan. Ada tiga cara pelestarian, yakni perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Kemudian cagar budaya ini juga memperhitungkan paradigma aspek ideologis, ekologis, dan ekonomis. "Yang terakhir ini muaranya ke kesejahteraan rakyat," kata Endang.
Dengan demikian, menurut Endang, tidak ada larangan pengalihan cagar budaya ke ekonomi. Namun sesuai aturan hal itu harus dilakukan di dalam negeri. Tidak boleh cagar budaya dibawa ke luar negeri . Bagaimana bila ada investor asing atau lokal yang tertarik mengangkut BMKT? "Boleh! Mau angkat, boleh tapi harus ada perizinan, ada wajib proposal, metodologi penelitian dan ada arkeolog di dalamnya," kata Endang memaparkan.
Ada di situ Tim Ahli Cagar Budaya yang bisa menentukan apakah BMKT tersebut masuk kategori cagar budaya atau tidak. Kalau tidak, maka Endang menegaskan, investor bersangkutan bisa membawa ke luar negeri dan menjualnya di balai lelang. Bagian ini penting, kata Endang, agar tidak ada aturan di bawah UU, misal UU Cagar Budaya, yang bisa berpotensi multitafsir. Dalam hal ini soal BMKT. Apalagi kata dia, di UU Cipta Kerja tidak ada perubahan aturan UU Cagar Budaya, dengan demikian terminologi cagar budaya dalam BMKT masih bisa diterapkan.
"Ending-nya: Boleh diangkat, boleh kerjasama dengan investor asing dan dalam negeri. Namun harus ada izin, proposal, metode penelitian arkeologi, dikaji oleh Tim Ahli Cagar Budaya, dan hasilnya tak boleh dibawa ke luar negeri kata itu cagar budaya," kata Endang.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid mengatakan aturan turunan UU Cipta Kerja memang menimbulkan pertanyaan soal Cagar Budaya. Terutama soal pemahaman dan pemanfaatannya. Ada kecenderungan, ia akui, di pemerintah untuk mereduksinya menjadi komoditi belaka. Meskipun ini secara legal hukum tidak ada masalah. Namun tetap ia sayangkan. "INi untuk kepentingan kebudayaan," kata Hilmar, menanggapi.
Ia menegaskan, sebetulnya dengan aturan Cagar Budaya tak bisa dibawa ke luar negeri pun, sudah menjadi tidak menarik bagi investor asing untuk masuk dan mengangkut temuan muatan kapal karam kuno itu untuk kemudian dijual di pelelangan. "Kalau saya investor asingnya sih tidak tertarik, karena kan tidak boleh dibawa ke luar."