REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Ekonomj Khusus (DitTipideksus) Bareskrim Polri menetapkan mantan Direktur Utama PT Bosowa Corporindo berinisial SA sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan. Dir Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helmy Santika saat dikonfirmasi, Rabu (10/3) malam, membenarkan soal penetapan tersangka tersebut. "Betul sudah tersangka," kata Helmy.
Helmy menjelaskan, keponakan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla tersebut jadi tersangka atas perbuatan yang diduga dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penetapan tersangka, menurut Helmy itu dilakukan setelah melalui proses gelar perkara. Penyidik telah memperoleh fakta hasil penyidikan dan alat bukti, sehingga menetapkan SA sebagai tersangka dalam perkara itu.
SA disangka melanggar Pasal 54 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat dua tahun dan denda paling sedikit Rp 5 miliar. Atau pidana penjara paling lama enam tahun dan pidana denda paling banyak Rp 15 miliar.
Saat ditanya apakah tersangka sudah ditahan, Helmy mengatakan belum karena baru ditetapkan sebagai tersangka. Dalam penyidikan dugaan tindak pidana ini, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 21 orang saksi. Mereka berasal dari pihak OJK, Bank Bukopin, KB Kookmin, Kopelindo, Tim Technical Assietance BRI serta Bosowa Corporindo.
Selain itu, tiga orang saksi ahli yakni pidana, tata negara dan korporasi juga telah diperiksa. Helmy menjelaskan, diketahui sejak bulan Mei 2018, PT Bank Bukopin, Tbk. telah ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan intensif oleh OJK karena permasalahan tekanan likuiditas. Kondisi tersebut semakin memburuk sejak bulan Januari hingga Juli 2020.
Dalam rangka upaya penyelamatan Bank Bukopin, OJK mengeluarkan kebijakan di antaranya memberikan Perintah tertulis kepada Dirut PT Bosowa Corporindo atas nama SA melalui surat OJK nomor: SR-28/D.03/2020 tanggal 9 Juli 2020. Surat itu berisikan tentang perintah tertulis pemberian kuasa khusus kepada Tim Technical Assistance (Tim TA) dari PT BRI untuk dapat menghadiri dan menggunakan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Bukopin Tbk. Batas waktu pemberian kuasa dan penyampaian laporan pemberian surat kuasa kepada OJK paling lambat 31 Juli 2020. "Akan tetapi PT Bosowa Corporindo tidak melaksanakan perintah tertulis tersebut," kata Helmy.
Dalan penyelidikan, ditemukan fakta bahwa setelah surat dari OJK diterbitkan pada 9 Juli 2020, SA mengundurkan diri sebagai Dirut Bosowa Corporindo pada 23 Juli 2020. Pada 24 Juli 2020, SA masih aktif dalam kegiatan bersama para pemegang saham Bank Bukopin maupun pertemuan dengan OJK pada 24 Juli 2020.
"Namun tidak menginformasikan soal pengunduran dirinya sebagai Dirut PT Bosowa Corporindo," terang Helmy.
Helmy menjelaskan, SA pada 27 Juli 2020 juga mengirimkan foto Surat Kuasa melalui aplikasi Whatsapp kepada Dirut Bank Bukopin dengan mencantumkan jabatannya sebagai Dirut PT Bosowa Corporindo. Dalam perkara ini penyidik juga telah melakukan penyitaan terhadap surat dan dokumen yang terkait dengan perkara yakni surat perintah tertulis berikut surat teguran dan peringatan dari OJK.
PT Bosowa Corporindo merupakan pemegang saham 23 persen di Bank Bukopin. Sebelumnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank Bukopin, pemegang saham telah memutuskan untuk melakukan aksi korporasi melalui skema Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau lebih banyak disebut private placement. Namun dalam rapat tersebut, pemilik saham 23 persen di Bank Bukopin yakni PT Bosowa Corporindo memilih untuk meninggalkan rapat alias walkout.