Selasa 09 Mar 2021 17:42 WIB

Memaksimalkan Penyerapan Beras Petani Sebelum Impor

Kebijakan impor dirasa tak bijak di masa panen raya beras.

Warga membersihkan gabah dari jerami saat mencari gabah sisa panen di persawahan Desa Hadipolo, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (9/3/2021). Pemerintah akan melakukan impor beras sebanyak 1 juta ton dengan alasan untuk menjaga stok beras nasional serta menjaga pasokan beras bansos selama masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sekaligus untuk antisipasi berkurangnya persediaan pasokan beras akibat banjir yang menerjang di beberapa daerah.
Foto:

Anggota Komisi IV DPR, Johan Rosihan, juga mengingatkan impor beras tidak boleh dilakukan ketika stok komoditas tersebut dalam keadaan cukup. Juga kebutuhan beras bisa dipenuhi ketersediaannya dari produksi dalam negeri.

Johan melalui siaran persnya, meminta pemerintah membatalkan rencana impor beras satu juta ton. Alasannya, data ketersediaan stok beras nasional cukup untuk memenuhi kebutuhan beras termasuk untuk kepentingan bantuan sosial maupun cadangan beras pemerintah (CBP).

"Selain itu, berdasarkan proyeksi dari BPS bahwa produksi beras kita akan meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu naik sekitar 26,84 persen. Bahkan kenaikan produksi Januari sampai April 2021 ini telah mencapai 26,88 persen dari periode yang sama tahun lalu, yang saat ini mencapai 25,37 juta ton gabah," ujarnya.

Ia merinci prognosa ketersediaan beras tahun 2021. Stok akhir Desember 2020 lalu sebesar 6.749.305 ton, kemudian perkiraan produksi dalam negeri tahun 2021 oleh Kementerian Pertanian sebesar 8.263.879 ton.

"Maka, prognosa jumlah total ketersediaan beras nasional tahun 2021 mencapai 15.013.183 ton. Sementara, perkiraan kebutuhan beras tahun 2021 ini berkisar 7.480.042 ton, sehingga berdasarkan prognosa Kementan, stok beras kita cukup dan tidak perlu impor," paparnya.

Johan menambahkan jika pemerintah beralasan demi menjaga stok cadangan beras pemerintah, maka hal tersebut juga kurang tepat. Karena data CBP per Januari 2021 di Bulog terdapat stok beras sebesar 977.000 ton dan Februari 2021, Bulog menyerap beras dari petani lokal sebesar 35.000 ton.

Dengan demikian, lanjutnya, maka jumlah tersebut telah memenuhi standar stok CBP minimal satu juta ton. Bahkan neraca stok beras secara nasional saat ini mencapai sekitar 7,5 juta ton beras.

Pemerintah, menurut dia, sebaiknya fokus untuk memperbaiki pengelolaan stok beras pemerintah melalui skema pengadaan yang dilengkapi dengan insentif menarik, agar membuat petani atau pabrik penggilingan mau menjual gabah atau berasnya ke Bulog. "Hal ini penting dilakukan agar dapat menyerap secara penuh hasil produksi petani kita," katanya.

Apalagi, ia mengingatkan bahwa selama ini Bulog kerap mengalami kesulitan untuk melakukan pengadaan beras dari dalam negeri. Ia berpendapat, pemerintah bisa menggunakan acuan standar FAO dalam membuat kebijakan terkait stok beras nasional dan stok beras yang dikuasai pemerintah sehingga tidak gegabah untuk merencanakan impor beras.

Menurut FAO, imbuhnya, idealnya stok beras di suatu negara sekitar 17-18 persen dari total kebutuhan konsumsi beras. Sedangkan angka stok yang kita miliki sekarang sudah di atas rata-rata yang direkomendasikan oleh FAO itu.

Pemerintah berencana melakukan impor beras satu juta ton pada awal 2021. Jumlah tersebut dialokasikan untuk penyediaan CBP sebanyak 500 ribu ton dan kebutuhan Perum Bulog sebanyak 500 ribu ton dengan memperhatikan serapan produksi padi nasional.

Rencana pembukaan keran impor beras turut dipertanyakan petani. Pasalnya, sejumlah indikator perberasan dalam negeri dalam tren positif sehingga dinilai tidak diperlukan tambahan impor. Petani berharap pemerintah membatalkan rencana impor.

Ketua Umum Gerakan Petani Nusantara, Suryo Wiyono, mengatakan, sesuai prediksi BPS, produksi beras tahun ini mengalami peningkatan dari tahun lalu. Di sisi lain, situasi harga gabah cukup rendah yakni berkisar Rp 3.600-Rp 4.000 per kilogram (kg). Rendahnya harga lantaran tingkat kadar air yang tinggi imbas curah hujan.

Adanya sejumlah bencana banjir di berbagai daerah, menurut Suryo, juga tidak signifikan menghambat produksi gabah petani pada musim pertama tahun ini.

"Tahun 2017 rencana impor dibuka itu kita mengerti karena produksi turun ada serangan hama wereng. Tapi saat ini tidak ada hama penyakit atau bencana alam yang masik. Jadi untuk apa impornya?" tanya Suryo.

Melihat situasi perberasan dalam negeri saat ini, Suryo mengatakan kondisi masih cukup normal sehingga produksi petani masih mampu mencukupi kebutuhan masyarakat. Dibukanya keran impor diyakini akan langsung mempengaruhi psikologis pasar dan menekan harga gabah hasil petani.

"Saya pikir semua petani berharap rencana impor dibatalkan. Itu sangat menyakiti hati petani yang sudah didorong pemerintah untuk terus berproduksi," kata dia.

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan, alasan pemerintah mengimpor beras untuk memperkuat cadangan beras nasional sulit diterima. Pasalnya, dalam 2-3 minggu ke depan stok beras akan mencapai puncaknya.

Sementara itu, khusus cadangan beras di Bulog jika masih terdapat kekurangan, seharusnya pemerintah memberikan stimulus agar penyerapan gabah petani oleh Bulog bisa lebih leluasa. Sebab, selama ini Bulog selalu kalah bersaing untuk menyerap gabah karena ketidakmampuan dalam persaingan harga dengan para tengkulak.

"Bukan malah melakukan impor. Ini tidak bisa dibenarkan karena sampai saat ini tidak ditemukan atau diberitakan kondisi terjadinya gangguan produksi," tegasnya.

Lebih lanjut Said mengatakan, pandemi nyatanya tidak cukup memberikan pelajaran bagi pemerintah. Ketergantukan pada impor akan menyebabkan rendahnya derajat ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. "Disaat negara-negara berlomba memperbaiki sistem pangan dalam negeri dengan memperkuat produksi dalam negeri. Apa pemerintah serius mewujudkan kedaulatan petani dan pangan?" katanya.  

photo
Petani menanam padi (ilustrasi) - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement