Selasa 09 Mar 2021 14:57 WIB

RUU Pemilu tak Masuk Prolegnas, Pilkada Serentak Tetap 2024

DPR dan pemerintah hari ini sepakat tak memasukkan revisi UU Pemilu di Prolegnas.

Pilkada (ilustrasi)
Foto:

Menyusul keputusan DPR dan pemerintah yang men-drop revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dari Prolegnas Prioritas 2021, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan, pihaknya menyiapkan simulasi pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024 berdasarkan dua UU yang masih berlaku tersebut

"Nanti kita lihat perkembangannya ya. Kami sedang menyiapkan simulasi mengacu kepada UU 7/2017 dan UU 10/2016," ujar Pelaksana tugas (Plt) Ketua KPU RI Ilham Saputra saat dikonfirmasi Republika, Selasa (9/3).

Ilham mengatakan, KPU sebagai penyelenggara pemilu bekerja berdasarkan Undang-Undang. Terkait usulan atau masukan dari penyelenggara untuk persiapan Pemilu dan Pilkada 2024, KPU menunggu undangan rapat dengar pendapat (RDP) dari Komisi II DPR RI.

Ilham berharap RDP itu akan segera dilaksanakan. "Insya Allah akan segera RDP," kata dia.

Anggota KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menambahkan, apabila diberikan ruang, KPU akan memberikan masukan terhadap persoalan-persoalan krusial yang perlu dicarikan solusinya. Termasuk juga mempertimbangkan perlu diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengakomodasi regulasi yang belum diatur dalam kedua UU di atas.

"Nanti setelah semua pendalaman dan simulasi dilakukan, jika diberikan ruang KPU akan memberikan masukan terhadap persoalan-persoalan krusial yang perlu dicarikan solusinya. Bisa jadi Perppu merupakan salah satu kemungkinan yang perlu dipertimbangkan," kata Raka.

Sebelumnya, anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi mengakui beban berat penyelenggaraan pemilu, pilpres, dan pilkada secara serentak pada 2024 akan dirasakan penyelenggara pemilihan pada tingkat paling depan. "Ujung beban beratnya di penyelenggara pemilu, terutama di jajaran paling depan, yakni KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara), PPS (panitia pemungutan suara), dan ke atasnya," kata Pramono, saat webinar "Pentingnya Membahas Kerangka Hukum Pemilu", Ahad pekan lalu.

Menurut dia, KPU RI sebenarnya berperan lebih pada tataran regulasi, kemudian monitoring dan supervisi, tetapi secara teknis yang mengerjakan tahapan-tahapan pemilu adalah penyelenggara di tingkat kabupaten/kota ke bawah. Pramono mencontohkan, pada Pemilu 2019 yang beririsan dengan Pilkada 2018 saja sudah banyak sekali tahapan yang berselang-seling pelaksanaannya.

"Hari ini rekapitulasi dukungan calon perseorangan pilkada, besoknya sudah pleno rekapitulasi verifikasi dukungan parpol. Jadi, betul-betul pekerjaan bertumpuk-tumpuk," ujarnya.

Senada, Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Agustyati juga mengingatkan beban pekerjaan berat yang akan dipikul penyelenggara pemilihan jika pemilu, pilpres, dan pilkada digelar serentak. "Tentu menjadi pekerjaan berat teman-teman penyelenggara pemilu selayaknya pilkada di tengah suasana pandemi kemarin," katanya.

Oleh karena itu, Khoirunnisa menyarankan penyelenggara pemilu untuk melakukan serangkaian simulasi dan pemetaan, sekaligus mitigasi karena tahapan-tahapan pemilihan nantinya akan sangat berhimpitan dalam satu tahun tersebut. Apalagi, kata dia, jika pilpres nantinya harus dilaksanakan dalam dua putaran tentunya juga harus diantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya petugas kelelahan, dan sebagainya.

Namun, ia mengatakan proses simulasi dan pemetaan tahapan-tahapan dan dampaknya tersebut tidak bisa hanya dilakukan oleh KPU sendirian. "Tentu Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), DKPP (Dewan kehormatan Penyelenggara Pemilu), dan KPU harus duduk bersama," pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement