REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Antara
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Dirjen Linjamsos) Kementerian Sosial (Kemensos) Pepen Nazaruddin dan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial (Sekjen Kemensos) Hartono Laras mengakui pernah ditawari sepeda mewah bermerk Brompton. Hal tersebut diungkapkan Pepen dan Hartono saat menjadi saksi untuk dua orang terdakwa, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja dalam perkara suap terkait penunjukan perusahaan penyedia bansos sembako Covid-19 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/3).
Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) Muhammad Nur Azis mengonfirmasi kepada Pepen ihwal dugaan penerimaan sepeda mewah Brompton. Kepada jaksa, Pepen mengakui hal tersebut.
"Pak Pepen pernah terima sepeda Brompton?" tanya Jaksa Nur Azis di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (8/3).
"Iya (terima sepeda Brompton)," jawab Pepen.
"Dari siapa?" cecar Jaksa Nur Azis.
"Dari Adi (Adi Wahyono)," ungkap Pepen.
Pepen mengaku pernah juga ditawari pemberian uang dari Adi Wahyono terkait dugaan pengadaan bansos penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020. Namun, Pepen secara tegas, menolak tawaran itu.
"Saudara pernah terima uang terkait bansos ini?" telisik Jaksa Nur Azis.
"Saya tolak," klaim Pepen.
Kepada Hartono, jaksa juga mencecar hal yang sama. Menurut Hartono, sepeda mewah tersebut diterima pada Agustus 2020.
"Kami memang Agustus itu menerima Brompton," ungkap Hartono.
"Dari?" cecar jaksa.
"Dari yang mengantar itu sopirnya Adi," jawabnya.
Namun, Hartono mengaku tak tahu menahu ihwal harga sepeda tersebut. Saat ini, sepeda itu pun telah dikembalikan ke KPK.
"Ada keperluan apa saudara menerima itu?" tanya jaksa lagi.
"Ya di bulan Agustus itu kami bersepeda," jelasnya.
"Memang ada kegiatan bersepeda pada waktu itu, ada tidak sepeda dari kantor?" cecar Jaksa.
"Tidak ada yang di kantor," ujarnya.
Jaksa kemudian menanyakan apakah Hartono pernah menerima uang dari Adi Wahyono. Kepada jaksa, Hartono mengaku tidak pernah.
"Saudara pernah terima uang dari Adi?" tanya Jaksa.
"Sepengetahuan saya belum pernah," jawabnya.
"Jangan sepengetahuan," tegas jaksa.
"Iya karena pernah mau kasih tapi saya tidak mau," ujar Hartono.
Dalam perkara ini, Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp1,28 miliar karena membantu penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 sebanyak 1.519.256 paket.
Sedangkan, Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso senilai Rp1,95 miliar karena menunjuk Ardian melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket.
Atas perbuatannya, Harry dan Ardian dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.