Negara Asia Tenggara itu telah jatuh ke dalam kekacauan sejak militer menggulingkan dan menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari. Demonstrasi dan pemogokan harian telah mencekik bisnis dan melumpuhkan pemerintahan.
Lebih banyak protes direncanakan pada Ahad (7/3) setelah media lokal melaporkan, polisi menembakkan peluru gas air mata dan granat setrum untuk membubarkan protes di Yangon, kota terbesar Myanmar, pada Sabtu. Dalam protes Sabtu, tidak ada laporan korban jiwa, tidak seperti Rabu, dan Jumat yang memakan korban jiwa.
Kelompok protes Komite Serangan Umum Nasional mengatakan, protes akan diadakan di Yangon, Mandalay, dan Monywa. Hingga Ahad dini hari, penduduk mengatakan tentara dan polisi bergerak ke beberapa distrik di Yangon dengan melepaskan tembakan. Mereka menangkap setidaknya tiga orang di Kotapraja Kyauktada. Saksi mata tidak menahu alasan penangkapan itu.
"Mereka meminta untuk mengeluarkan ayah dan saudara laki-laki saya. Apakah tidak ada yang akan membantu kami? Apakah kamu bahkan tidak menyentuh ayah dan saudaraku. Bawa kami juga jika kamu ingin mengambilnya," teriak seorang wanita ketika dua dari mereka dibawa pergi polisi.
Menurut kelompok advokasi Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), lebih dari 1.700 orang telah ditahan di bawah perintah junta hingga Sabtu. "Tahanan dipukul dan ditendang dengan sepatu bot militer, dipukul dengan tongkat polisi, dan kemudian diseret ke dalam kendaraan polisi," kata AAPP dalam sebuah pernyataan.
"Pasukan keamanan memasuki daerah pemukiman dan mencoba untuk menangkap pengunjuk rasa lebih lanjut, dan menembak ke rumah, menghancurkan banyak properti," ujarnya menambahkan.