REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan situasi di Myanmar masih belum kondusif menyusul aksi massa penentang kudeta yang direspons dengan kekerasan oleh junta hingga Ahad (7/3). Sejumlah negara Asia Tenggara seperti Thailand dan Vietnam pun mempersiapkan pemulangan warganya dari Myanmar. Namun, Indonesia masih belum melihat adanya kepentingan mendesak untuk evakuasi WNI dari negara tersebut.
"Sejauh ini belum, ada tahapan pemulangan. WNI yang ingin kembali, masih dimungkinkan secara mandiri," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Teuku Faizasyah kepada Republika, Ahad (7/3).
Pada Jumat (5/3), Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon menetapkan status kerawanan Siaga II bagi WNI di seluruh Myanmar. WNI yang tidak memiliki kepentingan mendesak di negara itu diharapkan kembali ke Tanah Air.
Duta Besar (Dubes) untuk Myanmar Iza Fadri menuturkan, status kerawanan siaga II terus dievaluasi mengikuti perkembangan terbaru di Myanmar. Menurutnya, pihak KBRI dan Kemenlu memandang belum mendesak untuk melakukan evakuasi WNI. "Selalu kita evaluasi dan sesuai perkembangan situasi," ujar Dubes Iza ketika ditanya batas waktu penetapan status tersebut.
KBRI di Yangon mengimbau WNI tetap tenang dan berdiam diri di kediaman masing-masing. WNI juga diminta menghindari bepergian, termasuk ke tempat kerja jika tidak ada keperluan yang sangat mendesak.
Sementara itu, bagi WNI beserta keluarganya yang tidak memiliki kebutuhan mendesak untuk dapat mempertimbangkan untuk kembali ke Indonesia dengan memanfaatkan penerbangan komersial yang saat ini masih tersedia. Kemenlu mencatat sekurangnya terdapat 500 WNI di Myanmar. "Kondisi WNI sejauh ini di Myanmar masih baik," ujar Jubir Kemenlu Faizasyah.
Aparat kian berani
Pasukan keamanan Myanmar melepaskan tembakan ketika melakukan penggerebekan di kota utama Yangon, Sabtu (6/3) malam waktu setempat. Aksi aparat itu dilakukan setelah mereka membubarkan gelombang protes terbaru terhadap para penentang kudeta dengan gas air mata dan granat kejut.