REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Bowo Pribadi
Tahun 2003 silam, sosoknya sempat menggemparkan warga Kota Semarang, khususnya mereka yang tinggal di lingkungan Kelurahan Gisikdrono, Kecamatan Semarang Barat. Warga di lingkungan tersebut tak pernah menduga, salah satu orang di lingkungannya merupakan orang yang paling diburu oleh aparat kemanan di negeri ini, atas keterlibatannya dengan jaringan Noordin M Top.
Hingga kemudian pemilik nama asli Machmudi Hariono (45) tersebut ditangkap oleh pasukan Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri, di lingkungan Kelurahan Gisikdrono tersebut karena menyimpan 1 ton bahan peledak.
Setelah 18 tahun berlalu, sosok Machmudi telah berubah. Ia menjadi salah satu eks napi teroris (napiter) yang kini telah sukses menekuni usaha budidaya lele hingga kembali diterima di tengah masyarakat.
"Proses reintegrasi sosial dengan cara ternak lele ternyata cukup efektif," ungkapnya kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, di sela kesibukannya mengurus kolam budidaya lel, di lingkungan RT 04/ RW 13 Kelurahan Gisikdrono, Kamis (4/3) pagi.
Pria yang sempat dikenal dengan sebutan Yusuf Adirima ini pun menceritakan, sebelumnya pernah menjalani masa hujuman selama 10 tahun sebelum akhirnya memilih proses reintegrasi sosial. Ia tidak sendiri, bersama- sama dengan beberapa rekan sesama eks napiter lainya di Kota Semarang, telah memilih jalan tersebut, hingga bisa dengan mudah diterima kembali oleh masyarakat.
Bahkan, kini Yusuf juga menjadi Ketua Yayasan Persadani, sebuah yayasan yang dibentuknya dan menaungi para eks napiter yang ada di wilayah Jawa Tengah. "Secara kejadian, saya dulu ditangkap di daerah sekitar sini, hingga masyarakat pun gempar. Sehingga sekarang saya kembali ke sini guna memulihkan rasa was-was di tengah masyarakat, sebagai tanggung jawab moral saya," lanjutnya.
Dengan budidaya lele adalah cara untuk memuluskan proses reintegrasi sosial itu. Dengan cara itu, Yusuf dan beberapa rekan eks napiter di Semarang bisa dengan mudah diterima oleh masyarakat.
Dengan cara itu pula, akhirnya banyak yang menjadikannya sebagai rujukan, setiap ada peristiwa aksi terorisme di negeri ini. Termasuk juga mengingatkan agar warga tidak mudah terpengaruh pada ajakan-ajakan yang mengarah pada radikalisme dan terorisme. Terlebih di era media sosial seperti sekarang ini.
"Apalagi, ajaran dan faham radikalisme sekarang kian marak ditemukan media sosial. Maka harus ada langkah preventif agar masyarakat terhindar dari paham- paham tersebut," jelasnya.
Yusuf juga mengaku, jamak warga yang bertanya dan memaksanya untuk mengungkapkan pengalaman masa lalunya saat menjadi bagian dari gerakan terorisme hingga upaya untuk mencegahnya. Hal itu pun dipenuhinya melalui obrolan santai di warung atau pada saat nongkrong bareng untuk menjelaskan dengan pelan dan narasi yang mudah diterima oleh warga yang ada di lingkungannya.
"Intinya jangan sampai masyarakat terbawa pada image dan praduga mereka, saya berikan titik terang untuk memahami. Ternak lele ini, salah satu cara saya memudahkan berkomunikasi dengan warga," lanjutnya.
Pada bagian lain, ia juga meminta kepada masyarakat berhati-hati dengan masifnya penyebaran paham radikal dan terorisme itu. Karena siapapun dan di manapun sekarang semakin mudah untuk bisa dipengaruhi. Sehingga harus memproteksi diri dengan memperbanyak narasi. "Saya sendiri berusaha menjelaskan hal-hal itu, agar bisa ikut mencegah warga yang lain avar tidak terpengaruh," tambahnya.
Menanggapi hal ini, Gubernur Jawa Tengah, mengapresiasi upaya yang sudah dilakukan oleh Yusuf dan sejumlah eks napiter yang lain agar bisa kembali diterima oleh masyarakat. Menurutnya, mereka bisa menjadi rujukan sekaligus duta perdamaian di tempatnya masing- masing. "Ini keren, apalagi caranya bagus, ada kreatifitas yang dibangun di sana," jelasnya.
Menurut gubernur, tidak hanya di Gisikdrono, di Kecamatan Genuk juga ada budidaya lele oleh eks napiter dan di Solo ada yang usaha warung soto. Dengan cara-cara itu, maka penerimaan masyarakat akan menjadi baik.
Tak terkecuali cara mereka dalam ikut mencegah, sambil ngobrol, mereka bisa menjelaskan tentang bahaya paham radikalisme dan terorisme. Bahkan sambil guyon mereka bisa menjelaskan, saat ada masyarakat tanya tentang kejadian terorisme.
Sekarang kalau ada cerita itu, kawan-kawan ini jadi narasumber dan ini cara bagus, sehingga penerimaan masyarakat juga bagus. "Apalagi mereka juga produktif karena bisa mengembangkan bisnis untuk mereka sendiri dan warga sekitar," lanjutnya.