REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kepala BMKG Stasiun Pemantau Atmosfer Global (GAW) Bukit Kototabang, Wan Dayantolis mengatakan kualitas udara di Sumbar masih dalam keadaan menurun akibat adanya kebakaran hutan dan lahan di luar Sumbar. Dayan menjelaskan walau hari ini dan dua hari lalu sudah turun hujan, kualitas udara di Sumbar belum membaik karena hujan yang turun belum merata.
"Analisis sementara menunjukkan penurunan kualitas udara ini karena masuknya partikulat dari wilayah di sekitar Sumbar yang memiliki kejadian hotspot," kata Dayan, Selasa (2/3).
Dayan menjelaskan ada tiga parameter kualitas udara utama, yaitu PM10, CO, dan O3. Ketiga parameter ini menunjukkan peningkatan konsentrasi sejak tanggal 1 Maret 2021 pukul 22.00 WIB. Data sampai dengan pukul 08.00 WIB pagi ini menunjukkan konsentrasi per jam PM10 tertinggi tercatat sebesar 60 μg/m3 pada pukul 03.00 WIB; CO sebesar 405 ppb pukul 00.00 WIB; dan O3 sebesar 34 ppb pukul 02.00 WIB.
Dayan menambahkan masuknya partikulat tersebut karena perubahan komponen angin dari biasanya utara-timur laut menjadi timur-tenggara. Hal ini karena munculnya beberapa sirkulasi angin tertutup yang disebut 'Eddy' pada Barat Sumatera.
Luaran model ECMWF untuk parameter PM2.5 mengindikasikan kondisi kualitas udara untuk periode 2-4 Maret 2021 yang baik, dengan konsentrasi rerata 24 jam PM2.5 berada pada level 12 μg/m3 (Batas atas konsentrasi rerata 24 jam PM2.5 untuk kategori kualitas udara baik berdasarkan PERMEN LHK No.14/2020 adalah 15,5 μg/m3).
Namun demikian, ada kecenderungan peningkatan konsentrasi PM2.5 di beberapa kabupaten dan kota untuk tanggal 4 Maret 2021. Pada tanggal tersebut diprediksi konsentrasi rerata 24 jam PM2.5 di wilayah-wilayah tersebut berada di atas 15,5 μg/m3. Kabupaten dan kota tersebut antara lain Padang Pariaman (16,9 μg/m3), Sijunjung (16,2 μg/m3), Tanah Datar (16 μg/m3), Kota Padangpanjang (16,1 μg/m3), Kota Sawahlunto (16,5 μg/m3), dan Kota Solok (17,4 μg/m3).
Berdasarkan data dari LAPAN, menurutnya pantauan hotspot di Riau dalam tiga hari terakhir mencatatkan 81 hotspot yang terdeteksi dengan rincian 2 hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi, 67 hotspot sedang dan 12 hotspot rendah.
"Sementara di wilayah Sumatra Barat hanya terpantau satu hotspot," kata Dayan.
Selain dari pola pergerakan massa udara yang masuk ke Sumbar, potensi peningkatan konsentrasi PM2.5 juga dapat berasal dari sumber-sumber lokal seperti dari aktivitas masyarakat seperti pertanian, perkebunan, dan transportasi.
Peningkatan konsentrasi PM2.5 dari ECMWF ini diprediksi tidak menunjukkan adanya penurunan kualitas udara yang signifikan. Hal ini karena peningkatan konsentrasi masih berada sedikit di atas level 15,5 μg/m3).
Sementara itu, menurut Dayan meski di Sumbar sudah turun hujan hal itu belum sepenuhnya membuat udara bersih. Dari deteksi dengan model terpantau kualitas udara masih terpengaruh asap. Meskipun demikian, setidaknya hujan di sebagian daerah di Sumbar hari ini dan dua hari lalu sudah dapat mengurangi hotspot.