Selasa 02 Mar 2021 14:15 WIB

Sosiolog: Salah Kaprah Nilai Miras Kearifan Lokal

Kearifan lokal disebut sebagai perilaku kolektif yang bijak dan bernuansa positif.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi Miras
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi Miras

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Imam Prasodjo menampik jika minuman keras (miras) beralkohol merupakan budaya atau kearifan lokal dari suatu daerah. Menurut dia, jika ditilik secara harfiah, kearifan lokal adalah perilaku kolektif yang bijak dan tumbuh di komunitas lokal serta bernuansa positif.

"Jadi tergantung kita mendefinisikan apa itu budaya dan kearifan lokal. Salah kaprahnya di situ,’’ ujar dia kepada Republika.co.id, Selasa (2/3).

Dia menambahkan, minuman keras memiliki konotasi minum dan memabukkan. Konotasi itu, ia sebut jauh dari makna budaya, apalagi kearifan lokal. Sehingga, pemahaman tersebut diklaimnya, bisa menjadi penjelas apakah minuman beralkohol itu berkonotasi positif atau negatif dalam kehidupan berbangsa.

Miras yang memang bisa memabukkan dengan jumlah tertentu, menurutnya, juga tidak masuk pada kategori budaya. Bahkan, dikatakannya merupakan noise dari budaya itu sendiri.

Lanjut dia, budaya dan kearifan lokal bisa menimbulkan kesan kebiasaan. Namun, konotasi miras yang disematkan setelahnya, akan menjadi makna dari cara berkehidupan yang kurang baik. "Itu bisa menimbulkan kontradiksi. Dalam perilaku, ada istilah positif dan negatif,’’ ujar dia.

Di luar negeri, kata dia, ada kontroversi alkohol tidak akan memabukkan jika diminum sedikit. Namun, pemahaman warga di negara maju pun, ia nilai banyak yang tidak bisa mengontrol alkohol, sehingga muncul istilah alkoholik. Oleh sebab itu, kondisi serupa juga tidak akan berbeda di Indonesia.

Alkohol sebagai kearifan lokal kian menjadi sorotan setelah Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal diteken pada 2 Februari 2021.

Perpres ini mengatur rinci tentang pembukaan investasi miras. Disebutkan, penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Disebutkan juga, penanaman modal di luar daerah itu dapat ditetapkan oleh Kepala BKPM berdasarkan usulan gubernur.

Setelah menuai banyak penolakan, Presiden Jokowi akhirnya mengumumkan pencabutan poin terkait investasi miras tersebut dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Selasa (2/3) siang ini. Pencabutan menurut Presiden dilakukan setelah menerima masukan dari para ulama dan mempertimbangkan masukan dari provinsi dan daerah.  

Baca: Jokowi Cabut Poin Perpres Soal Investasi Miras

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement