REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti meminta Presiden Joko Widodo menerima masukan semua lapisan masyarkat untuk tidak melegalkan minuman keras (miras). Meski miras hanya dilegalkan di beberapa tempat, banyak masyarakat yang tak setuju.
"Pemerintah sebaiknya bersikap arif dan bijaksana serta mendengar arus aspirasi masyarakat, khususnya umat Islam, yang berkeberatan dengan diterbitkannya Perpres Nomor 10/2021 tentang produksi dan distribusi minuman keras," kata Prof Mu'ti kepada Republika.co.id, Selasa (2/3).
Untuk itu, kata Prof Muti, sebaiknya pemerintah tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi, tetapi juga dampak kesehatan, sosial, dan moral bangsa. Untuk itu, miras tidak boleh dilegalkan di Indonesia karena banyak mudharatnya daripada manfaatnya.
"Selain bertanggung jawab menciptakan kesejahteraan material, pemerintah juga berkewajiban menjaga dan membina moralitas masyarakat," katanya.
Sementara itu, Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh meminta Presiden Joko Widodo mencabut aturan yang melegalkan minuman keras (miras). Karena, aturan tersebut sangat bertentangan dengan syariat Islam.
Baca juga : Ustadz Yusuf Mansur Tolak Perpres Miras
"Cabut aturan yang melegalkan miras untuk ketertiban umum dan kesejahteraan masyarakat," kata Asrorun kepada Republika.co.id, Selasa (2/3).
Asrorun memastikan, MUI tetap tegas menolak penjualan minuman keras (miras) dilegalkan. Ketegasan MUI itu sesuai fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol.
"Pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minuman tersebut, dan tidak memberikan izin untuk memperdagangkannya, serta menindak secara tegas pihak yang melanggar aturan tersebut," katanya mengutip salah satu klausul di dalam Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol.