Ahad 28 Feb 2021 04:50 WIB

Mendekat pada Takwa

Adil lebih dekat kepada takwa

Takwa (ilustrasi).
Foto:

Dari berbagai lafadz dan derivasi makna adil di atas, Allah tentu menempatkan kata itu sesuai konteksnya. Aisyah bintu Syathi’ salah seorang mufassir perempuan terkemuka menyatakan bahwa sinonimitas dalam al-Qur’an masih memerlukan penelusuran dan kajian lanjutan. Artinya, boleh jadi lafadz yang diartikan seperti sama, padahal memiliki makna yang jauh berbeda. Salah satunya seperti makna adl, qisth di atas.

Sementara itu, beberapa ulama mengartikan adil salah satunya Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya dalam Mu’jam Maqayis Luqhah, adil ialah al-Istiwa’ (sama); kedua, Raghib al-Ashfahani (Mufradat fil Gharib al-Qur’an) berpendapat al-’adalah ialah al-musawah (persamaan).

Senada dengan definisi di atas, Al-Qur’an menyebut dua lafadz (‘adl dan qisth) di ayat yang sama yaitu Qs. An-Nisa/4: 2-3, “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar. “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil (tuqsithu) terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil (ta’dilu), maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.”

Surah an-Nisa/4: 2-3 dilatarbelakangi oleh para wali dari anak yatim kaya yang ingin menikahi mereka hanya karena hartanya. Alqur’an meluruskan praktik Jahiliyah ini dan melanjutkannya dengan izin menikahi lebih dari satu perempuan dengan syarat yang cukup berat yakni adil.

Jika kita melihat ayat di atas juga di ayat lain yang menggunakan kata ‘adl, maka aspek yang disebut dalam term al-’adl mayoritas bersifat bathiniyah/ immaterial. Namun, jika disebutkan dalam lafadz qisth kebanyakan bersifat indrawi dan terperinci. Hal ini dikuatkan oleh Qs. an-Nisa/4: 128-129 yang menyatakan bahwa keadilan untuk para isteri bagi suami yang memutuskan berpoligami, yakni adil secara perasaan/ batin itu sangat sulit dilakukan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement