REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyoroti kasus perkawinan anak di tengah pandemi ini kian mengkhawatirkan. Menteri Bintang mengajak lembaga masyarakat mencegah perkawinan anak melalui pendekatan budaya dan keagamaan.
"Saya meminta lembaga masyarakat agar bersinergi dalam menyosialisasikan pencegahan perkawinan anak secara masif kepada masyarakat luas, serta melakukan intervensi pencegahan melalui pendekatan keagamaan dan budaya. Dengan begitu, tujuan kita untuk mencegah dan menurunkan perkawinan anak di Indonesia pun akan cepat terlaksana," kata Bintang dalam acara Dialog dengan Lembaga Masyarakat Peduli Anak yang dilaksanakan secara virtual, Kamis (25/2).
Bintang menegaskan perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak, serta pelanggaran terhadap hak anak dan hak asasi manusia (HAM). Menurutnya, anak yang menikah di bawah usia 18 tahun akan memiliki kerentanan lebih besar baik dalam akses pendidikan, kualitas kesehatan, potensi mengalami tindak kekerasan, serta hidup dalam kemiskinan.
"Belum lagi besarnya dampak negatif perkawinan anak yang tidak hanya dialami oleh anak yang dinikahkan, namun juga pada anak yang dilahirkan, sehingga berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi," ujar Bintang.
Pemerintah telah merevisi Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1974 menjadi UU No. 16 Tahun 2019 yang menetapkan batas usia menikah bagi perempuan dan laki-laki menjadi 19 tahun. Oleh karena itu, Bintang menilai regulasi dan kebijakan sebenarnya cukup memadai.
"Namun upaya sosialisasi secara masif agar sampai ke masyarakat inilah yang harus kita lakukan bersama-sama," ucap Bintang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019 diketahui terdapat 22 provinsi di Indonesia yang memiliki angka perkawinan anak lebih tinggi dari angka rata-rata nasional. Selain itu, pada 2018 dan 2019, terdapat 18 provinsi yang mengalami kenaikkan angka perkawinan anak.
Pemerintah memasukkan isu perkawinan anak dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang menargetkan penurunan angka perkawinan anak menjadi 8,74 persen pada akhir 2024.