Kamis 25 Feb 2021 12:03 WIB

Tim Kajian Ingin Gali Pengalaman Korban dan Pelapor UU ITE

Tim kajian juga akan mengutamakan aktivis atau masyarakat sipil dan praktisi.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
UU ITE (ilustrasi)
Foto: republika
UU ITE (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) akan mengutamakan narasumber dari kelompok terlapor atau pelapor dalam kasus UU ITE. Kemudian setelah itu ada kelompok masyarakat sipil dan praktisi. 

"Narasumber yang kita sepakati kita akan utamakan dari klaster kelompok terlapor atau pelapor, kita ingin mendengar apa sih yang mereka rasakan dan alami dari proses yang pernah dijalani," ungkap Ketua Tim Kajian UU ITE, Sugeng Purnomo, dalam keterangan pers, Kamis (25/2). 

Baca Juga

Dia menyampaikan hal tersebut usai menggelar rapat kedua di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, pada Rabu (24/2). Selain dari para pelapor dan terlapor, tim kajian juga akan mengutamakan kelompok aktivis atau masyarakat sipil dan praktisi.

Tim Kajian UU ITE akan meminta pandangan mereka soal UU tersebut. "Hal ini untuk melihat pada saat implementasi UU ITE ini apa yang terjadi dari pengamatan mereka," ujar Sugeng. 

Selanjutnya, tim akan mendengarkan masukan perwakilan DPR/Parpol. Lalu terakhir, kelompok akademisi/pengamat dan kelompok Kementerian/Lembaga akan turut dijadikan sebagai narasumber. 

Sesuai rencana waktu yang disepakati dalam rapat itu, pada pekan pertama tim akan melakukan kegiatan forum group discussion (FGD). Pekan berikutnya, tim akan melaksanakan rapat-rapat pembahasan yang diselenggarakan oleh sub tim I dan sub tim II. Barulah kemudian selanjutnya penyusunan laporan. 

Pada kesempatan itu, Sugeng menegaskan, tim yang dibentuk Menko Polhukam Mahfud MD tersebut terdiri dari dua sub tim yang memiliki tugas kajian berbeda. Sub tim I mengkaji pengimplementasan UU ITE. Sub tim ini akan melihat sudah sejauh mana UU ITE dijalankan sesuai harapan dari dibentuknya UU tersebut. 

"Apabila dianggap perlu akan diberikan satu pedoman sehingga ada penyeragaman," kata dia. 

Kemudian, sub tim yang kedua adalah untuk mengkaji ada atau tidaknya pasal-pasal yang dianggap karet serta multitafsir. Sub tim dua itu akan menghasilkan rekomendasi perlu tidaknya UU Nomor 11 Tahun 2008 itu dilakukan revisi. 

"Kita tidak bicara tidak ada revisi atau akan revisi, tapi kita akan berangkat dari pengkajian dan baru setelah itu kami akan merekomendasikan perlu tidaknya dilakukan revisi," kata Sugeng Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenko Polhukam itu. 

Sugeng menambahkan, bagi kalangan masyarakat yang tidak berkesempatan diundang memberi masukan terhadap tim, nanti akan ada ruang untuk menyampaikan masukan melalui email dan WA atau sms yang bisa dihubungi. 

"Ini bisa membantu kami, masyarakat bisa menyampaikan apa yang dirasakan terhadap pelaksanaan dari UU ITE ini," jelas dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement