Selasa 23 Feb 2021 12:54 WIB

Cuti Bersama Dipangkas, Pemerintah Belajar dari Pengalaman

Empat kali masa libur panjang terbukti selalu meningkatkan jumlah kasus Covid-19.

Sejumlah warga berwisata di Tebing Keraton, Ciburial, Kabupaten Bandung, pada masa libur cuti bersama dan Maulid Nabi Muhammad SAW meskipun masih dalam masa pandemi Covid-19 pada November 2020 lalu. Pemerintah telah memutuskan memangkas masa cuti bersama 2021 menjadi tinggal dua hari. (ilustrasi)
Foto:

Perkara lonjakan kasus Covid-19 setiap usai libur panjang sempat dijelaskan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito. Mengutip laporan satgas, sepanjang Maret-Juli 2020 lalu jumlah kasus aktif naik dari hanya 1.107 kasus menjadi 37.342 kasus. Kenaikan tersebut dicapai dalam kurun waktu dua bulan. Peningkatan kasus aktif saat itu juga diikuti peningkatan testing mingguan hingga 50 persen.

"Pada periode ini, peningkatan dibarengi dengan event libur panjang Idul Fitri pada tanggal 22 sampai 25 Mei 2020," kata Wiku.

Kemudian beranjak ke bulan Agustus-Oktober 2020, kasus aktif menanjak dari 39.354 orang menjadi 66.578 orang. Peningkatan tersebut juga dicapai dalam dua bulan, sejalan dengan kenaikan kapasitas testing mingguan mencapai 40 persen. Bersamaan dengan itu, persentase daerah yang tak patuh protokol kesehatan naik dari 28,57 persen menjadi 37,12 persen.

"Pada periode ini bersamaan dengan event libur panjang saat HUT RI dan Tahun Baru Islam," kata Wiku.

Berlanjut ke November-Desember, lonjakan kasua aktif semakin menjadi-jadi. Kenaikan tertinggi terjadi dalam periode ini. Kasus aktif naik dua kali lipat dari 54.804 menjadi 103.239 orang hanya dalam waktu satu bulan saja. Kondisi ini dibarengi dengan peningkatan kapasitas testing yang relatif rendah dan jumlah daerah yang tidak taat protokol kesehatan bertambah menjadi 48 persen.

"Pada periode ini kita sempat melewati event libur panjang Maulid Nabi Muhammad SAW," kata Wiku.

Sementara untuk libur akhir tahun 2020, terlihat ada lonjakan kasus cukup signifikan pada Januari 2021. Bahkan rekor kasus harian tertinggi tercatat pada Sabtu (30/1) dengan nyaris 15 ribu kasus dalam sehari.

Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani menyambut baik pengurangan hari libur ini sebagai upaya antisipasi dalam menghadapi lonjakan kasus Covid-19 usai libur.

"Saya kira ini menjadi langkah antisipasi pemerintah sejak jauh-jauh hari karena memang situasi pandemi seperti ini belum bisa diprediksi," kata Laura saat dihubungi Republika, Senin (22/2).

Pihaknya menilai, keputusan pemerintah untuk memperpendek hari libur cukup baik untuk mengurangi mobilisasi masyarakat. Ia berharap kebijakan ini bisa mengendalikan kasus dan kasus tidak melonjak.

Pemerintah juga dinilai lebih baik dibandingkan sebelumnya karena tidak mendadak mengeluarkan kebijakan libur. Saat itu, dia melanjutkan, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang terkesan mendadak dan banyak orang merugi karena terlanjur memesan tiket.

Dengan penetapan libur jauh-jauh hari, ia menilai masyarakat, pengusaha travel, pariwisata juga bisa berpikir upaya apa yang harus dilakukan jika tidak terjadi libur panjang. Diharapkan, baik masyarakat maupun pengusaha tidak mengalami kerugian.

Kendati demikian Laura menyadari, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini pasti memunculkan pro dan kontra. Ini termasuk ekonomi yang bisa semakin terpuruk karena biasanya tempat wisata justru mendapatkan keuntungan dikunjungi masyarakat  saat libur.

"Tetapi kalau ditanya sebagai epidemiolog, saya sepakat ketika diberlakukan pemangkasan libur ini karena  untuk memutus rantai penyebaran. Rantai penyebaran ini bisa diputuskan ketika mobilisasinya bisa ditekan, salah satu bentuk menekan mobilisasi masyarakat ini dengan memangkas libur panjang," katanya.

Oleh karena itu, ia meminta semua pihak bersabar karena situasi saat ini masih pandemi dan pastinya tidak ingin terjadi ledakan kasus Covid-19 usai libur panjang. Ia mencatat, kasus Covid-19 meningkat usai libur panjang sebesar 20,30 bahkan 50 persen.

Jadi harapannya masyarakat juga mendukung apa yang dikeluarkan pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan ini, setidaknya hingga vaksinasi merata diberikan. Di lain pihak, Laura meminta konsistensi dari pemerintah.

"Jangan sampai mengubah kebijakan, misalnya menambah libur sehingga masyarakat menjadi bingung. Sebab, ini terkesan antara membolehkan atau tidak membolehkan," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement