REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banjir di RW 04 Cipinang Melayu, Jakarta Timur, belum surut meski sudah tiga hari rumah penduduk setempat terendam akibat luapan Kali Sunter. "Standar operasional prosedur (SOP) menyurutkan banjir dalam enam jam yang dikatakan Pak Gubernur nyatanya tidak berlaku di sini. Banjir di RW 04 sudah beberapa kali pasang surut sejak Jumat (19/2)," kata warga RT 05'RW 04 Suparjo (50) di Jakarta, Ahad (21/2).
Hingga Ahad sore, ketinggian permukaan air di wilayah permukiman berpopulasi 2.321 jiwa itu masih menyisakan ketinggian 50 sentimeter dari semula mencapai 3-4 meter, tepatnya di sisi saluran air Kali Sunter. Permukaan air di saluran yang memisahkan Jalan Tol Halim dengan rumah penduduk di RW 04 masih adalimpasan meski cuaca panas.
Sebagian rumah warga yang berdekatan dengan saluran air masih terendam banjir hingga masuk ke seluruh ruangan. Suparjo yang tinggal di lokasi tersebut sejak 1988 memahami penyebab banjir yang rutin setiap tahun selama musim hujan.
"Di sini setiap musim hujan ya begini (banjir masuk rumah). Penyebabnya ya cuma satu, saluran air di belakang ini tidak pernah dikeruk. Malah cuma dikasih kawat bronjong (batu kali diikat kawat) aja. Malahan batu itu jadi sarang ular," katanya saat sibuk membersihkan lantai rumah dari lumpur.
Rumah Suparjo berada pada posisi tegak lurus dengan tikungan aliran air. Saat terjadi peningkatan debit, banjir langsung menerjang rumahnya. Upaya menyurutkan banjir di lingkungan setempat sebenarnya telah optimal dilakukan otoritas terkait.
Salah satunya Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Timur yang terus menyedot genangan air menggunakan tujuh unit mesin pompa sejak Sabtu (20/2) sore. Selang pompa diarahkan dari permukiman penduduk yang banjir untuk disedot dan dibuang ke aliran Kalimalang.
Namun, hujan yang berulang kali mengguyur wilayah setempat membuat sungai kembali meluap. Warga lainnya, Sugih (42) berharap upaya penanggulangan banjir di Cipinang Melayu dilakukan dengan cara mengeruk sedimentasi dasar sungai serta membebaskan lahan bantaran untuk serapan air.
"Selain itu kalau bisa di setiap jembatan sungai ada petugasnya untuk evakuasi sampah. Kalau dibiarkan menumpuk di jembatan pasti meluap," katanya.
Pria yang berprofesi sebagai pedagang warung kelontong itu mengaku menderita rugi hingga Rp10 juta akibat barang dagangan terendam banjir. "Sekarang kalau dihitung ada Rp10 jutaan (rugi). Tiga karung beras aja udah ketahuan Rp500 ribu. Belum rokok-rokok yang hanyut sama dus makanan ringan dan minuman," katanya.