Pada Kamis (18/2) kemarin, Jaksa KPK menghadirkan Hiendra Soenjoto sebagai saksi untuk terdakwa Nurhadi dan Rezky. Awalnya, Jaksa menanyakan awal perkenalan Hiendra dengan Rezky.
"Bagaimana awal kenal dengan terdakwa dua (Rezky)," tanya Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.
"Kami berkenalan pada 2011 di acara pameran properti, " ujar Hiendra.
Perkenalan itu pun berlanjut hingga akhirnya berujung bisnis dan sempat ditawari bergabung dengan Rezky di proyek PLTMH pada 2014.
"Jadi Saudara Rezky ini menyampaikan ke saya, bahwa dia telah ikut serta dalam proyek PLTMH di Jatim. Dia sampaikan sudah keluar banyak uang, dan partnernya saat itu nggak mau melanjutkan, beliau cari investor baru," terang Hiendra.
Hiendra mengatakan, biaya pembangunan proyek PLTMH senilai Rp 45 miliar. Pemegang saham PLTMH disebut Hiendra hanya Rezky dan anak Nurhadi, Rizqi Aulia Rachmi.
Hiendra mengaku, dalam proyek ini sudah menyetor ke Rezky sebesar Rp 35,7 miliar. Namun, kata Hiendra, proyek itu tidak berlanjut sehingga Hiendra meminta pengembalian uang.
Nurhadi dan menantunya didakwa menerima suap Rp 45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto. Tak hanya suap, keduanya juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang berperkara di lingkungan Pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali.