REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alama (BBKSDA) Nusa Tenggara Timur (NTT) menyatakan burung jalak tunggir merah (Scissirostrum dubium) adalah burung endemik di Pulau Sulawesi sehingga perlu dijaga kelestariannya.
"Burung ini perlu dijaga kelestariannya sehingga tidak punah walaupun tidak dilindungi oleh undang undang," kata Kepala BBKSDA NTT Timbul Batubara, Kamis (18/2).
Sebelumnya, sebanyak 65 burung jenis jalak tunggirmerah digagalkan peredarannya oleh BBKSDA NTT di Labuan Bajo, ketika hendak dibawa ke Bima, Nusa Tenggara Barat.
Penggagalan peredaran ini dilakukan karena pelaku berinisial S yang membeli burung itu dari Sulawesi Selatan tidak membawa dokumen yang sah dan dianggap melanggar hukum.
Timbul Batubara mengatakan bahwa burung jalak tunggirmerah adalah burung yang memang habitatnya berada pada daerah dataran rendah sampai dengan pegunungan berketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Suaranya yang tinggi dan nyaring melengking menjadi daya tarik bagi para penggemar burung berkicau sehingga tidak heran masih banyak aktivitas penangkapan serta penjualan burung ini, salah satunya seperti yang digagalkan di Labuan Bajo.
Burung jalak tunggirmerah yang sering disebut dengan jalak rio-rioitu memang banyak beredar luas. "Tetapi statusnya sebagai burung endemik Pulau Sulawesi, sehingga tentunya membutuhkan komitmen kita bersama untuk terus menjaga kelestariannya di alam liar," katanya.
Ia juga mengatakan pihaknya tidak menginginkan terjadinya penurunan populasi burung jalak tunggir merah di alam. "Mencintai tidak harus memiliki kiranya ungkapan yang tepat untuk memutus pemanfaatan ilegal satwa liar. Biarkan saja satwa liar tetap mengembara bebas di hutan rimba," katanya.
Masyarakat diharapkan dapat berkontribusi terhadap pelestarian satwa liar di antaranya dengan menjaga dan melindungi hutan serta tidak melakukan perburuan liar, demikian Timbul Batubara.