REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Sukamta mengaku prihatin atas gugurnya seorang prajurit TNI, Prada Ginanjar Arianda seusai kontak senjata dengan teroris di Distrik Sugaja, Kabupaten Intan Jaya, Papua, Senin (15/1). Sukamta menyoroti, lemahnya sikap pemerintah dalam penanganan teroris yang menyebabkan situasi instabilitas keamanan berlarut-larut di Papua.
Sukamta kemudian membandingkan penanganan gangguan keamanan di Aceh yang bisa diselesaikan dengan baik. Begitu juga penanganan kelompok teroris seperti kelompok Santoso di Poso yang bisa ditangani dengan operasi terpadu yang libatkan kekuatan pasukan khusus TNI dan Polri.
"Jadi rasanya aneh kalau pemerintah saat ini seakan tidak ada konsep untuk hadapi teroris secara tuntas," kata Sukamta dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Rabu (17/2).
Sukamta juga mempertanyakan, strategi pemerintah untuk menyelesaikan masalah Papua yang kompleks dan semakin banyak memakan korban dari TNI dan rakyat sipil. Sejak Januari sudah ada 4 anggota TNI dari Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 400/Banteng Raiders gugur.
"Padahal, ini termasuk satuan khusus TNI yang handal, kalau kemudian terus berguguran boleh jadi strategi yang digunakan pemerintah saat ini tidak tepat. Kehilangan 1 nyawa anak bangsa itu sangat mahal harganya," ungkapnya.
Dia berharap, pemerintah semestinya segera melakukan evaluasi dalam penyelesaian masalah di Papua, sehingga tidak ada lagi korban jiwa.
Wakil Ketua Fraksi PKS tersebut meminta, pemerintah mengatasi akar masalah di Papua yang intinya adalah ketidakadilan, perasaan terdiskriminasi dan ketertinggalan.
Menurutnya, sehebat apapun pendekatan keamanan, kalau pemerintah tidak bisa hadirkan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi masyaraat Papua, pasti akan jadi potensi gejolak. Selama ini sumber daya alam Papua disedot perusahan-perusahaan besar, tapi masyarakat kebanyakan masih hidup miskin dan terbelakang.
"Tugas pemerintah melindungi rakyat, bukan malah lindungi korporat. Ini yang semestinya segera diatasi pemerintah," ujarnya.