REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Satuan Tugas Waspada dan Siaga COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Erlina Burhan meminta media ikut melakukan publikasi ilmiah tentang hubungan perilaku merokok dan COVID-19.
"Media massa adalah jembatan informasi dari publikasi ilmiah kepada masyarakat. Rokok dan COVID-19 terus berkembang sehingga publikasi melalui media perlu selalu diperbarui," kata Erlina dalam diskusi yang diadakan Komite Nasional Pengendalian Tembakau secara daringdan diikuti dari Jakarta, Selasa (16/2).
Erlina mengatakan penelitian tentang COVID-19 akan terus berkembang, begitu juga dengan hubungan rokok dengan COVID-19.
Selain memberikan informasi terbaru tentang COVID-19 dan hubungan rokok dengan COVID-19, kata dia, media juga perlu menekankan pengetahuan tentang COVID-19 dan dampak buruk rokok yang selama ini telah diketahui masyarakat, tetapi sering dikesampingkan.
"Salah satu kelompok yang rentan terinfeksi virus corona adalah perokok. Itu sebabnya kebiasaan merokok perlu segera dihentikan, terutama pada masa pandemi ini," katanya.
Erlina mengingatkan agar jurnalis berhati-hati dan bertanggung jawab dalam menafsirkan publikasi ilmiah menjadi sebuah berita di media.
Pada awal pandemi COVID-19, penelitian di Wuhan, China, memang menyatakan merokok tidak termasuk faktor risiko kematian pada pasien COVID-19. "Namun, kemudian ditemukan hubungan signifikan antara riwayat merokok dengan COVID-19 gejala berat. Pasien COVID-19 dengan riwayat merokok dan/atau perokok aktif secara signifikan lebih berisiko mengalami gejala berat," tuturnya.