REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Penny K Lukito, menunggu data lengkap dari otoritas terkait soal AstraZeneca, vaksin Covid-19 produksi Inggris. Data tersebut dibutuhkan sebelum memastikan penggunaan AstraZeneca di Indonesia.
"Karena BPOM sebagai otoritas obat membutuhkan data-data terkait 'dozier', mutu, kualitas, khasiat," kata Penny dalam jumpa pers daring yang dipantau dari Jakarta, Selasa (16/2).
Ia mengatakan BPOM akan mendapat informasi soal daftar penggunaan darurat farmasi dari Badan Kesehatan Dunia WHO. Selanjutnya dari daftar tersebut, kata dia, otoritas obat dan makanan negara terkait akan mengkaji untuk bisa mengeluarkan izin penggunaan darurat EUA.
"Kami mendapat informasi bahwa 'emergency use listing'dari WHO untuk vaksin AstraZeneca yang akan didistribusikan melalui kerja sama multilateral sudah dikeluarkan dan tugas BPOM menerbitkan EUA," kata dia.
BPOM dapat memproses izin EUA jika data lengkap dari WHO soal AstraZeneca sudah diterima. "Kami memberikan janji kinerja 5-10 hari akan terbit EUA secepatnya setelah kami menerima dozier WHO," kata dia.
Dengan lengkapnya kebutuhan data, kata dia, maka dalam waktu dekat bisa memberikan izin EUA untuk vaksin AstraZeneca melalui distribusi multilateral ke Indonesia.
Di tempat yang sama, Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir mengatakan pihaknya masih fokus untuk produksi Vaksin Covid-19 secara mandiri dengan mengimpor bulk (bahan baku setengah jadi) dari perusahaan Sinovac asal China. "Kementerian Kesehatan menyebut tujuh vaksin yang akan digunakan untuk vaksinasi masyarakat. Sementara kami produksi satu vaksin bahan baku dari Sinovac. Moderna, Pfizer, Sinopharm, AstraZeneca kita akan impor jadi dulu karena fasilitas produksi masih dipakai untuk produksi vaksin Sinovac," katanya.