Selasa 16 Feb 2021 14:41 WIB

Ribuan Ton Limbah Medis dan Saran Daur Ulang dari LIPI

Limbah medis selama pandemi Covid-19 di Indonesia tercatat mencapai 7.502,79 ton.

Petugas Dinas Lingkungan Hidup Jakarta TImur memilah sampah medis di TPS Dipo PLN Cililitan, Jakarta, Jumat (27/11). Total limbah medis di Indonesia selama pandemi tercatat mencapai lebih dari 7 ribu ton. (ilustrasi)
Foto:

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memberikan solusi penanganan limbah medis seperti masker sekali pakai yang meningkat akibat penanganan Covid-19. Salah satunya, dengan metode daur ulang yang dapat menghasilkan produk baru.

Dalam diskusi virtual membahas pengelolaan limbah masker di masa pandemi, Akbar Hanif Dawam Abdullah sebagai peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB) LIPI mengatakan, setelah menganalisis masker sekali pakai yang beredar di masyarakat, kebanyakan menggunakan termoplasik yang disebut polipropilen (PP).

"Kalau kita lihat dari bahannya, dianalisis kebanyakan adalah polipropilen yang dalam industri plastik sudah dikenal," ujar Dawam dalam diskusi yang diadakan LIPI dan dipantau dari Jakarta pada Selasa.

Menurut Dawam, PP sendiri sudah digunakan di beberapa produk umum seperti tutup botol dan gelas plastik. Selain itu dengan titik leleh 163-169 derajat Celcius membuatnya dapat didaur ulang.

LPTB LIPI telah melakukan uji coba daur ulang limbah masker sekali pakai dengan melakukan proses disinfektan memanfaatkan pelarutan natrium hipoklorit. Setelah dikeringkan, dipotong kecil-kecil, melalui proses ekstruksi yang kemudian menghasilkan bijih plastik daur ulang.

Setelah melalui pencetakan maka dihasilkan produk plastik daur ulang dari limbah masker tersebut.

"Dari sini kita lihat yang tadinya limbah kita bisa olah menjadi satu produk yang bermanfaat, memiliki nilai ekonomi, dan zero waste," ujar Dawam.

Selain itu, ujarnya saat ini sudah terdapat industri dan UMKM daur ulang plastik cukup banyak agar solusi itu dapat dimanfaatkan di masa pandemi seperti saat ini.

Tidak hanya itu, daur ulang limbah medis plastik juga bisa digunakan dengan metode rekristalisasi. Dengan metode itu memungkinkan terjadi degradasi sangat rendah karena ketiadaan shear dan stress pada proses daur ulang biasa, yang dapat membantu mengurangi sampah mikroplastik.

Menurut peneliti Pusat Penelitian Kimia LIPI Sunit Hendrana, metode itu mampu memisahkan kandungan logam yang mungkin terdapat dalam plastik medis, menghasilkan plastik daur ulang berupa serbuk, memiliki kemurnian produk daur ulang yang tinggi hingga dapat digunakan lagi untuk keperluan serupa, dan mudah serta efektif untuk diterapkan pada berbagai jenis plastik.

Selain itu, metode rekristalisasi memiliki potensi konsumsi energi yang lebih rendah serta dapat dikembangkan sehingga sterilisasi dapat dilakukan in-situ dalam rangkaian proses daur ulang.

"Prinsip dasar dari metode ini adalah sifat kelarutan, bahwa plastik itu larut dalam pelarut tertentu. Ini yang bisa kita manipulasi sehingga bisa mengkristaldalam bentuk larutan dan dijadikan serbuk," ujar Sunit.

Prosesnya adalah pelarutan yang kemudian dicampur dengan antipelarut yang menghasilkan pengendapan. Di situ akan dilakukan pemisahan serbuk plastik.

"Pelarut dan anti-pelarut itu juga dapat dipisahkan kembali dan digunakan lagi, kata Sunit.

Dia memberi contoh bagaimana metode itu bisa juga digunakan untuk sampah medis lain seperti GeNose yang mulai Februari 2021 telah digunakan di beberapa fasilitas transportasi untuk melacak Covid-19.

"LIPI dengan ini menawarkan metode yang semoga bisa dikaji dan kemudian bisa dijadikan alternatif untuk menjadi solusi penanganan sampah medis plastik yang tidak menimbulkan masalah lain di kemudian hari," kata Sunit.

Sementara, Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo menilai, pelibatan masyarakat menjadi modal utama dalam penanganan limbah medis Covid-19. Karena itu, edukasi dan sosialiasi pengelolaan limbah harus terus dilakukan agar masyarakat mengetahui bahaya jika limbah medis Covid-19 tidak dikelola dengan baik.

"Terutama adalah masker, limbah yang dihasilkan dari rumah tangga, lazimnya kalau dikelola oleh RS, oleh tempat isolasi terpusat, itu sudah ada pihak panitia atau tim yang bertanggungjawab menangani limbah medis itu, namum yang perlu diantisipasi adalah limbah medis dari keluarga terutama masker," ujar Doni.

Sebab, ia mendapat pengalaman ketika bertugas di Maluku dan Jawa Barat beberapa tahun lalu, persoalan kerusakan lingkungan dari limbah, termasuk limbah medis yang tidak dikelola.

"Karenanya,  mumpung belum terlambat, sekarang ini satu kegiatan, dalam satu komando dari pusat dan daerah, pentingnya edukasi dan sosialiasi, seminar sangat penting dan ditranformasikan ke tingkat lebih rendah agar masyarakat tau setiap hari masker bekas itu dikumpulkan," katanya.

photo
Limbah makanan rumah tangga - (Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement