Pertimbangan lainnya, majelis hakim menilai Pinangki kerap berbelit-belit, dan tak mengakui perbuatannya. Sehingga mengacu putusan majelis, Pinangki layak mendekam di penjara selama 10 tahun dan denda Rp 600 juta.
"Mengingat tujuan dari pemidanaan bukan pemberian nestapa, melainkan bersifat preventif, edukatif, dan korektif, maka tuntutan yang dimohonkan jaksa penuntut umum terlalu rendah (hanya 4 tahun)," begitu kata Hakim Eko saat membacakan putusan di PN Tipikor, Senin (8/2).
Menurut Ali, putusan majelis hakim yang menyebut tuntutan jaksa terlalu ringan dalam amarnya, bukan faktor yuridis utama yang membuat para pengadil menghukum berat Pinangki sampai 10 tahun penjara. Karena kata Ali, tim JPU-nya, pun punya landasan hukum yang relevan. Meskipun, dikatakan Ali, majelis hakim punya penilaian sendiri.
“Itu kan (tuntutan ringan) soal persepsi saja. Tergantung, dilihat dari mana,” kata Ali. Ali meyakini, yang membuat majelis hakim melipatgandakan hukuman dari tuntutan, karena Pinangki selama persidangan memberikan keterangan yang berubah-ubah atas tuduhan yang menjeratnya.
"Ketika dia (Pinangki) mau menjelang tuntutan, ngaku dia menerima. Tiba-tiba, pembelaan nggak ngaku,” ujar Ali.
Sikap Pinangki yang berubah-ubah tersebut, pun memengaruhi tim JPU-nya, dalam merumuskan masa pemidanaan yang tepat saat penuntutan. "Kan saya kemarin bilang, itu risiko dia berubah-ubah pengakuannya. Begitu kan," kata Ali.